IMM dengan SEJUTA POLEMIK
IMM dengan
SEJUTA POLEMIK
Penulis: Muh. Alifuddin
Saya menceritakan suatu keadaan yang
menurut saya hanya sebuah prasangka yang tidak mungkin saya dapat
membuktikannya sebagaimana dalil teman-teman yang kuliah di Perguruan Tinggi
Ilmu Hukum (STIH) Muhammadiyah Bima yakni salah satu prasyarat suatu tindakan
adanya apabila ia memiliki alat bukti atau fakta empiris. Anggap saja ini
adalah sebuah dongen, pengalaman pribadai saya yang bukan juga merusak citra
organisasi, yang kemudian apabila ada kesamaan nama, tempat dan lain-lain
hanyalah sebuah kebetulan dan saya rasa ada keterkaitannya dengan emosional
anda tentang sesuatu yang saya uraikan nantinya. Untuk mengingatkan kita saja,
dan saya ingatkan kepada anda yang luar bisa dengan sejuta pengalaman yang
fantastik, bahwa ajaran idiologi memang haruslah “fanatisme” sebab tanpa yang
satu ini mungkin IMM mati terkubur dengan kehampaan, akan tetapi kita memiliki
ini yang membuat proses kaderisasi terus berjalan, kepentingan organisasi terus
di programkan bahkan sejuta polemikpun kan tetap ada dan itu sesuatu hal yang
lumrah bagi saya dan kita semua dalam menjalankan gerakan Dakwah dalam ikatan”
Sedari dulu, sejak kemunculan IMM sekitar
tahun 1936 melalui keputusan muktamar Muhammadiyah yang ke 25 di Jakarta, pada
saat itu di ketuai oleh KH. Hisyam (periode 1934-1937), mulai membicarakan
embrio kelahiran IMM itu nantinya akan bergerak di lembaga pendidikan
Muhammadiyah ditingkat kemahasiswan. Namun demikian gagasan untuk
menghimpun dan membina mahasiswa tersebut cenderung didiamkan lantaran kondisi
Muhammadiyah sendiri belum memiliki perguruan tinggi sendiri ini juga merupakan
polemik awal kemunculan IMM untuk misi
dakwah amar ma’ruf nahi munkar dalam
menuntaskan persoalan TBC dalam praktek peribadatan umat islam saat itu, faktor-faktor
lain yang menjadi polemik IMM Secara eksternal sangat berkaitan dengan kondisi
sosial politik bangsa Indonesia, terutama menyangkut pergolakan organisasi
tahun 1950-an sampai peristiwa G/30/S PKI tahun 1965, pada saat itu berbagai
organisasi kemahasiswaan mengalami jalan buntu dalam mempertahankan partisifasi
aktif di Era kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak kongres mahasiswa Islam pada
tanggal 8 juni 1947 di Malang yang terdiri dari Himpunan Mahasiswa Indonesia
(HMI), Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Persatuan
Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKI), Persatuan Mahasiswa Jogjakarta (PMJ),
Persatuan Mahasiswa Djakarta (PMD), Masyarakat Mahasiswa Malang, Persatuan
Mahasiswa Kedokteran Hewan (PMKH), Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI),
Persyarikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang bersifat independen.
Pada mulanya independensi PPMI memang
terlihat kompak sebagai penggalang kekuatan anti Imperialisme, tetapi setelah
melaksanakan konferensi mahasiswa Asia-Afrika di Bandung tahun 1957,
masing-masing organisasi memisahkan diri. Hal ini disebabkan karena di dalam
tubuh PPMI pada tahun 1958 telah menerima anggota baru yaitu Concentrasi
Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), sebuah alat ampuh permainan politik PKI,
bahkan CGMI tidak sekedar onderbow partai, tapi dia juga merupakan corong, alat
politik dan kaki tangan PKI sekaligus ujung tombak PKI dalam menguasai
kehidupan kampus. Segala cara di tempuh oleh CGMI, infiltrasi, memfitnah,
menteror dan apa saja demi kelangsungan tujuan OKI. Organisasi selundupan Partai
Komunis Indonesia.
Sehingga dengan kekuatan PKI pada saat
itu, PPMI berani memecat HMI pada tahun 1961 dan juga berusaha mengeluarkan HMI
dari DEMA, kemudian memfitnah HMI lewat famlet gelap pada bulan Juli 1964 di
Jogjakarta, selanjutnya terjadi pelarangan HMI di Jember oleh Ultrecth. Pucak
skenario ini, adalah PKI dengan kekuatanya ingin membubarkan HMI yang merupakan
basis gerakan mahasiswa Islam, sebagai mana PKI melakukan hal yang sama
terhadap Masyumi. Hal ini terlihat dari Pidato Aidit pada penutupan Konres ke 3
CGMI September 1965. Pergolakan ini akhirnya membuat PPMI pun cerai berai dan
masing-masing unsur mencari keselamatan sendiri-sendiri. Kemudian pada bulan
Oktober 1965 resmilah PPMI membubarkan diri.
Dari situasi yang kelam, satu situasi
yang tidak menentu inilah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus hadir dan lahir
di tengah kehidupan umat, bangsa dan dunia kemahasiswaan. Oleh karena itu
kelahiran IMM berangkat dari sejarah dan realitas kehidupan umat yang objektif
dan nyata dalam keterbelenguan serta ketidakpastian.
Akhirnya tiga bulan setelah penjajakan
yang dilakukan oleh Djasman Al-kindi, maka melalui mahasiswa yang terdapat
didalammnya, mendeklarasikan kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah bertepatan
pada tanggal 29 Syawal 1383 H/ 14 Maret 1964 di Yogyakarta dan di resmikan oleh
PP Muhammadiyah yang Ketuanya pada saat itu KH. A. Badhawi dan disaksikan oleh
H. Tanhawi (selaku pembantu pemerintah DIY).
Adapun peresmian tersebut di tanda
tangani “enam penegasan IMM” oleh KH. A. Badhawi secara resepsinya di
selenggarakan di gedung Dinoto Yogyakarta yakni Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam,
Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM, Menegaskan
bahwa fungsi IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah, Menegaskan bahwa
IMM adalah organisasi mahasiswa dengan mengindahkan segala hokum,
undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah Negara, Menegaskan bahwa ilmu
adalah amaliyah dan amal adalah ilmiyah, Menegaskan bahwa amal IMM adalah
lillahita’ala dan senantiasa diabadikan untuk kepentingan rakyat.
Kembali ke-kita, saya khusunya lahir
dan di kader oleh IMM Cabang Bima dengan mengikuti rangkaian fase pengkaderan
DAD, DAM dan LID yang didalmnya diajarkan tentang islam dan seputaran dunia
kemahasiswaan dengan tiga gagasan, membaca, menulis dan bergerak yang melandasi
gerakan ini, ada istilah yang paling unik bagi saya ketika mengikuti
pengkaderan DAM pada tanggal 09-15 desember 2013 silam ketika instruktur
membai`at dengan lantunan ayat suci al-qur`an serta kiasan kata yang
menyejukkan hati yang membuat emosional saya terlibat didaalmnya seakan-akan
membuat saya menatap masalalu yang suram dan menata kehidupan kedepannya dengan
penuh gairah dan semangat. Anda juga pasti mersakan semngat ketika keluar dari
forum ini tentunya. Sedikit saya ceritakan pengalaman saya ketika selesai
mengikuti forum DAM, kakanda-kakanda-Ku megajarkan tentang oreantasi saya
kedepannya memilih untuk berperan aktif sebagai seorang kader yang dibanggakan
yang memiliki jiwa kritis, ilmiah dan bergairah dalam diskusi-diskusi tingkat
kemahasiswaan, apalagi IMM punya slogan yang sampai hari ini saya menghafalnya,
“Tertib dalam Ibadah, Anggun dalam Moral,
dan Unggul dalam Study”. Saya mengakui kakanda-kakanda memang unggul dalam
segala hal, namun semestinya mereka menyadari setiap ucapan mereka akan ada
proses reinkernasi alam kepadanya.
Kemudian saya tampil sebagai kader yang mereka harapkan, membumikan diskusi
actual ditingkat kemahasiswa bersama mereka dan IMM ini yang selanjutnya saya
dipercayakan untuk memimpin salahsatu komisariat yang ada dikampus STAI
Muhammadiyah bima yang kini berubah menjadi institut, saya berkariya setelah
angkat menjadi ketua Umum Pikom IMM periode 2014-2015, sejuta polemik yang saya
rasakan ketika memimpin dan saya anggap sebuah proses pendewasaan dan tahap
belajar saya menjadi seorang pemimpin.
Ada sebuah diskusi-diskusi yang menarik
diluar program rutin IMM, tentang makna keberadaan kita (Ayahanda, Kakanda, dan
Adinda) yang selanjutnya memperbincangkan satu konsep tentang “Polemik IMM
Bima” sejak dulu hingga sekarang. Memulai pembicaraan ini dan berkaca pada sejarah
lahirnya IMM Bima, mereka mengungkapkan ada fakta pertarungan integritas,
Pertarungan politik antara kader selama bertahun-tahun sampai hari ini tentang
keberadaan IMM yang mereka tunggangi untuk meraih kekuasaan strategis, saya
kira hanya sebuah Mitos, Dongeng yang tidak bernilai dalam tubuh itu yang kemudian
bermuatan positif pada slogan “Hidup-Hidupilah
Muhammadiyah, dan Jangan Cari Hidup di Muhammadiyah” atau “Jangan Meminta Jabatan dalam Muhammadiyah,
Jika diamanahkan tidak ada kata tidak siap”, malah ini sebuah fakta yang
selama ini dialami mereka bahkan malah melahirkan kelompok-kelompok kecil dalam
tubuh idiologi itu, saat itu saya hanya diam, menutup mata dan telinga ketika
mendengarkan ungkapan-ungkapan itu, dulu saya fokuskan hanyalah pertarungan
idiologi didalam dinamika kemahasiswaan dan masadepan pengkaderan IMM
selanjutnya.
Terus berlanjut diskusi-diskusi itu
dikalangan mereka, sayapun menjadi penasaran dengan ungkapan-ungkapan tersebut.
melihat setiap aktifitas IMM setekah saya amati memang ia terjadi kemuculan
sesuatu yang mejanggal bagi saya, ungkapan-ungkapan itu harus saya buktikan
lebih lanjut (Bisiskan dalam benak saya). Saya punya suatu buku bacaan yang
mengungkap teori klasik tentang suatu idologi buku itu kalau ndak salah ditulis
oleh Daniel Bell, Francis Fukuyama, dan Samuel Huttington, ada satu poin yang
menarik untuk saya gunakan untuk membuktikan Mitos dan dongeng-dongen dalam
ungkapan tadi, yakni “Jembatan kediktatoran adalah kekuasaan yang
menyelami prinsip-prinsip tunggal yang terstruktur, mempertahankan satu prisip
yang membuat oranglain tidak bisa membagi keberagaman dan mencintai
kemerdekaan” awalnya saya kurang paham maksud dari ungkapan
ini, stelah saya uji dalam paradigm saya..eh ternya semua hal yang tadinya
mitos dan dongen menjadi sebuah fakta, alat bukti yang mesti terjerat oleh
aturan (Hukum) yang disebut sebagai sebuah pelanggaran. Entah bagaimana saya
bisa memahami ini, tidak ada pengaruh, intervensi kelompok manapun, dan bahkan
kepentingan siapapun ketika saya menerobos pikiran saya yang mulai ragu dengan
keteguhan mereka menanamkan idiologi ini, waktu terus bergulir dan semakin
tajam pemahaman saya tentang polemik ini.
Saya bangga menjadi Kader IMM dengan
keihlasannya dan kemurnian gerakannya
yang dirilis oleh Kakanda-kakanda kita di Yogyakarta dulu, bahkan mereka telah
mendahului kita (Wafat) yang dengan jasa dan keteguhan hati mereka membesarkan
dan membumikan Dakwah Amar Ma`Ruf Nahi
Mungkar, dalam ber-Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, mereka paham dengan satu
hal hanya Tuhan-lah yang memiliki jabatan yang kekal dengan singgasa yang
menurutnya diatur melalui kehendak dan keluasan Ilmu-Nya. Kita terbatas, dan
memerlukan generasi pelanjut dalam menjalan tugas dari Prinsip Tunggal (Allah Swt),
bukan malah menyaingi-Nya dengan menolak keberagaman dan membatasi unsur
kemanusiaan yang bebas dan merdeka, layaknya dokrinasi gereja yang membatasi
potensi manusia untuk menentukan kehendak mereka mencapai titik kebenaran.
Ingin menjadi tuhan Untuk IMM…? dan sekali lagi Tuhan IMM…?
Makna keberadaan saya dalam Ikatan
membuat mereka khawatir dan risau, saya mambagi cerita ini dengan anda untuk
sekedar melepaskan kejenuhan aktifitas belajar saya. Ingin saya memulai kembali
ber-IMM, DAD, DAM dan LID ulang untuk tidak menjadi penentang kebijakan mereka,
tapi menjadi kesialan saya tidak dapat eksis (tampil) di hadapan kader-kader
saya menyampaikan materi diskusi, menjadi instruktur pengkaderan, Master of
training, dan Menjadi Korp Intruktur, padahal itulah momen politik saya untuk
dibanggakan dihadapan Tuan saya supaya diberikan posisi yang strategis di amal
usaha Muhammadiyah. Andaisaja saya bersama mereka membagi kesenangan dan
kegembiraan dalam Ber-Muhammadiyah meraih posisi dan keuntungan sebanyak
mungkin, memperalat adinda-adinda-Ku di IMM dan bahkan menjadikan kakanda-kakanda
yang lain tidak lagi menjadi pesaingku untuk meraih kekuasaan. Aku salah
memilih jalan menjadi kader yang kritis, yang tidak realistis bahkan tidak
bijaksana dalam mendiamkan masalah.
Ada satu kebanggaan saya ketika ber-IMM
yakni mendapatkan istri yang IMMawati dan hidup bahagia bersamanya, saya mesti
balas jasa kepada IMM, tapi apa yang bisa saya berikan untuk IMM..? Gaji tidak
ada, dan saya beranggapan masih banyak kakanda-kakanda yang lain mungkin ketika
melaksanakan pengkaderan DAD mereka menyumbang uang, beras bahkan tenaga
mereka. Kita harus berpikir positif dengan semua keadaan ini, meneruskan
pengkaderan dan menciptan kader yang menjadi penerus Misi itu, tujuan yang saya
pahami adalah IMM bertujuan menciptakan kader yang senatiasa ber-Fastabiqul
Khairat, bukan pendidik yang berhianat.
Saya cukupkan dulu cerita subyektif
saya mungkin akan bertentangan dengan keadaan objektif yang anda pahami tentang
IMM Cabang Bima yang saya ramalkan dua dan tiga tahun kedepan akan mengalami
banyak peristiwa, sebagaimana yang saya ceritakan dalam pengalaman saya, ini
penting untuk kita diskusikan secara bijaksana dan dengan sejuta kejeniusan
kita, dongen yang tiada bermakna dan tidak bernilai ini jangan di dengarkan.
Ini hanya sekedar ungkapan kemarahan saya satu hal yang tidak tercapai dalam
target-Ku, dan bukan unsur kemarahan saya terhadap Kakanda-Kakanda-Ku bahkan
kepada Adinda-adinda kami di IMM. Ini hanyalah sebuah dongen dan pengalaman
subyektif saya dan sekiranya ada yang ingin mendengarkan lebih jauh ceritanya,
nanti saya akan ceritakan semuanya tepatnya “Sebelum kita tidur”. saya bertanggungjawab atas semua isi tulisan
ini, AliF
0 Response to "IMM dengan SEJUTA POLEMIK"
Posting Komentar