MATERI KULIAH FILSAFAT SMESTER IV
Dalam filsafat ilmu terdapat tiga
aspek yang juga perlu kita pelajari, yaitu:
- Aspek Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani
yang artinya ilmu tentang yang ada. Sedangkan, menurut istilah adalah
ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara
rohani. Dalam aspek Ontologi diperlukan landasan-landasan dari sebuah
pernyataan-pernyataan dalam sebuah ilmu. Landasan-landasan itu biasanya
kita sebut dengan Metafisika.
Selain Metafisika juga terdapat
sebuah asumsi dalam aspek ontologi ini. Asumsi ini berguna ketika kita akan
mengatasi suatu permasalahan. Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham yang
berfungi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu:
Determinisme (suatu paham pengetahuan yang sama dengan empiris), Probablistik
(paham ini tidak sama dengan Determinisme, karena paham ini ditentukan oleh
sebuah kejadian terlebih dahulu), Fatalisme (sebuah paham yang berfungsi
sebagai paham penengah antara determinisme dan pilihan bebas), dan paham
pilihan bebas. Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi
sebuah ilmu dan mereka mempunyai batasan-batasan sendiri untuk menyikapinya.
Apabila kita memakai suatu paham yang salah dan berasumsi yang salah, maka kita
akan memperoleh kesimpulan yang berantakan.
- Aspek Epistemologi
Aspek estimologi merupakan aspek
yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara
kita mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut.
Pengetahuan adalah jarum sejarah
yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Semakin banyak ilmu yang
kita pahami, semakin banyak khasanah kita. Dan pengetahuan inilah yang menjadi
batasan-batasan kita dalam menelaah suatu ilmu. Hal ini yang mengakibatkan ilmu
zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda. Misalnya, ditinjau dari segi ilmu
teknologi. Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang sangat berbeda jauh. Maka
ilmu untuk menyikapi fenomena ini juga akan ikut berkembang dan semakin bertambah.
Dalam aspek epistemologi ini
terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis
minor.
- Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
- Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus.
- Premis Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
- Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya.
Contohnya, premis mayor : semuaorang
akhirnya akan mati.
premis minor : Hasan adalah
orang
- Aspek Aksiologi
Aspek aksiologi merupakan aspek yang
membahas tentang untuk apa ilmu itu digunakan. Menurut Bramel, dalam aspek
aksiologi ini ada Moral conduct, estetic expresion, dan sosioprolitical.
Setiap ilmu bisa untuk mengatasi suatu masalah sosial golongan ilmu. Namun,
salah satu tanggungjawab seorang ilmuan adalah dengan melakukan sosialisasi
tentang menemuannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan dengan hasil penemuan
tersebut. Dan moral adalah hal yang paling susah dipahami ketika sudah mulai
banyak orang yang meminta permintaan, moral adalah sebuah tuntutan.
Ilmu bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge).
Ilmu memang berperan tetapi bukan dalam segala hal. Sesuatu dapat dikatakan
ilmu apabila objektif, metidis, sistematis, dan universal. Dan knowledge adalah
keahlian maupun keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman maupun pemahanan
dari suatu objek.
ONTOLOGI
DALAM FILSAFAT ILMU
1. PENGERTIAN ONTOLOGI
Sebagai sebuah disiplin ilmu,
filsafat tentu juga akan mengalami dinamika dan perkembangan sesuai dengan
dinamika dan perkembangan ilmu-ilmu yang lain, yang biasanya mengalami
percabangan. Filsafat sebagi suatu disiplin ilmu telah melahirkan tiga cabang
kajian. Ketiga cabang kajian itu ialah teori hakikat (ontologi), teori
pengetahuan (epistimologi), dan teori nilai (aksiologi
Pembahasan tentang ontologi sebagi
dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The
First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu On=being, dan Logos=logic.
Jadi, ontologi adalah The Theory of Being Qua Being (teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan.
Ontologi membahas tentang yang ada,
yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Membahas tentang yang ada,
yang universal, dan menampilkan pemikiran semesta universal. Berupaya mencari
inti yang temuat dalam setiap kenyataan, dan menjelaskan yang ada yang meliputi
semua realitas dalam semua bentuknya
Sedangkan Jujun S. Suriasamantri mengatakan
bahwa ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin
tahu, atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai yang “ada
Menurut Sidi Gazalba, ontologi
mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu, disebut
ilmu hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama, ontologi
mempersoalkan tentang Tuhan Amsal Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Agama I
mengatakan ontologi berasal dari kata yang berwujud. Ontologi adalah teori/ilmu
tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tak banyak berdasar pada alam
nyata, tetapi berdasar pada logika semata-mata
Jadi dapat disimpulkan bahwa:
- Menurut bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu On/Ontos=ada, dan Logos=ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
- Menurut islitah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik yang berbentuk jasmani/konkret, maupun rohani/abstrak.
2. ALIRAN-ALIRAN ONTOLOGI
Dalam mempelajari ontologi muncul
beberapa pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari
masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi.
Pertanyaan itu berupa “Apakah yang ada itu? (What is being?)”,
“Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)”, dan “Dimanakah yang ada
itu? (What is being
- Apakah yang ada itu? (What is being?)
Dalam memberikan jawaban masalah ini
lahir lima filsafat, yaitu sebagai berikut :
- Aliran Monoisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang
ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai
sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani. Tidak
mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah
satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang
lainnya. Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini,
karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya.
Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.
Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
- Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber
yang asal itu adalah materi, bukan ruhani. Aliran ini sering juga disebut
dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan
satu-satunya fakta
Aliran pemikiran ini
dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa
unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528
SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara
merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat
bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat
dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang merupakan asal kejadian alam
Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea”
yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.[10] Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas
fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu
justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi
aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan
selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa
orang pada kebenaran sejati.[11]
Dalam perkembangannya, aliran ini
ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya,
tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap
sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja
dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar
wujud sesuatu.[12]
- Aliran Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda
terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan
hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu
masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan
keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini.
Tokoh paham ini adalah Descartes
(1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua
hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang
(kebendaan). Ini tercantum dalam bukunya Discours de la Methode (1637)
dan Meditations de Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia
menerangkan metodenya yang terkenal dengan Cogito Descartes (metode
keraguan Descartes/Cartesian Doubt). Disamping Descartes, ada juga Benedictus
de Spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M
Aliran Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa
segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan
dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary
of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa
kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua
entitas.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani
Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada
itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang mengemukakan
bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.
- Aliran Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin
yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui
validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan
Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya
sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (485-360 SM)
yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada
sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat
diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak
akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh lain aliran ini adalah
Friedrich Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk
kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu
dunia di belakang atau di atas dunia di mana ia hidup.
1.Aliran
Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan
manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat
ruhani. Kata agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos, yang
berarti unknown. A artinya not, gno artinya know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat
kita kenal.
Aliran ini dapat kita temui dalam
filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855
M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang
menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum,
tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat
dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin
Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah
manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh
lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia
selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada),
melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham
pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda,
baik materi maupun ruhani.
Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)
Apakah yang ada itu sebagai sesuatu
yang tetap, abadi, atau berubah-ubah? Dalam hal ini, Zeno (490-430 SM) menyatakan
bahwa sesuatu itu sebenarnya khayalan belaka. Pendapat ini dibantah oleh
Bergson dan Russel. Seperti yang dikatakan oleh Whitehead bahwa alam ini
dinamis, terus bergerak, dan merupakan struktur peristiwa yang mengalir terus
secara kreatif.
- Di manakah yang ada itu? (Where is being?)
Aliran ini berpendapat bahwa yang
ada itu berada dalam alam ide, adi kodrati, universal, tetap abadi, dan
abstrak. Sementara aliran materilisme berpendapat sebaliknya, bahwa yang ada
itu bersifat fisik, kodrati, individual, berubah-ubah, dan riil.
3. MANFAAT MEMPELAJARI ONTOLOGI
Ontologi yang merupakan salah satu
kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut:
- Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran yang ada.
- Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi.
- Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika
- Dari penjelasan tersebut, penyusun dapat menyimpulkan bahwa ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti teori tentang keberadaan sebagai keberadaan. Pada dasarnya, ontologi membicarakan tentang hakikat dari sutu benda/sesuatu. Hakikat disini berarti kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang sementara, menipu, dan berubah). Misalnya, pada model pemerintahan demokratis yang pada umumnya menjunjung tinggi pendapat rakyat, ditemui tindakan sewenang-wenang dan tidak menghargai pendapat rakyat. Keadaan yang seperti inilah yang dinamakan keadaan sementara dan bukan hakiki. Justru yang hakiki adalah model pemerintahan yang demokratis tersebut.
Dalam ontologi ditemukan
pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu monoisme, dualisme, pluralisme,
nihilisme, dan agnostisisme. Monoisme adalah paham yang menganggap bahwa
hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal sesuatu itu bisa berupa materi
(air, udara) maupun ruhani (spirit, ruh). Dualisme adalah aliran yang
berpendapat bahwa asal benda terdiri dari dua hakikat (hakikat materi dan
ruhani, hakikat benda dan ruh, hakikat jasad dan spirit). Pluralisme adalah
paham yang mengatakan bahwa segala hal merupakan kenyataan. Nihilisme adalah
paham yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Dan agnostisisme
adalah paham yang mengingkari terhadap kemampuan manusia dalam mengetahui
hakikat benda.
Jadi, dapat disimpulakan bahwa
ontologi meliputi hakikat kebenaran dan kenyataan yang sesuai dengan
pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari perspektif filsafat tentang apa
dan bagaimana yang “ada” itu. Adapun monoisme, dualisme, pluralisme,
nihilisme, dan agnostisisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologi
yang pada akhirnya menentukan pendapat dan kenyakinan kita masing-masing
tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu.
[1]
Cecep Sumarna. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy. 2006. hlm. 47.
[2]
Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007.
hlm. 132.
[3]
Wibisono. Filsafat Ilmu. 2008. (Online), (http://cacau.blogsome.com, diakses 20 Maret 2008)
[4]
Jujun S. Suriasumantri. Pengantar Ilmu dalam Perspektif, cet. VI.
Jakarta: Gramedia. 1985. hlm. 5
[5]
Sidi Gazalba. Sistimatika Filsafat Pengantar kepada Teori Pengetahuan,
buku II, cet. I. Jakarta: Bulan Bintang. 1973. hlm. 106.
[6]
Amsal Bakhtiar. Filsafat Agama I, cet. I. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
1997. hlm. 169.
[7]
M. Zainuddin. Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta: Lintar
Pustaka Publisher. 2006. hlm. 25.
[8]
Sunarto. Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia. Yogyakarta: Andi
Offset. 1983. hlm. 70.
[9]
Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan. 1996. hlm. 64.
[10]
Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007.
hlm. 138.
[11]
Cecep Sumarna. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy. 2006. hlm. 48.
[12]
Harun Nasution. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang. 1982. hlm. 53.
[13]
Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007.
hlm. 142.
[14]
Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007.
hlm. 148.
[15]
M. Zainuddin. Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta: Lintas
Pustaka Publisher. 2006. hlm. 26.
[16]
Farina Anis. Ontologi Islam. 2007. (Online), (http://permenungan.multiply.com,
diakses 20 Maret 2008)
Pengetahuan
Sains; Epistimologi, Ontologi, dan Aksiologi
Filsafat
ilmu memiliki cabang filsafat yang beraneka ragam. Salah satu cabang filsafat
yang akan dibahas pada makalah ini adalah pengetahuan sains. Filsafat erat
kaitannya dengan kehidupan manusia. Maka tak heran bahwa filsafat ilmu
dijadikan sebagai “Mother of Science” yang artinya adalah ibu dari semua
pengetahuan.
Kata
sains berasal dari bahasa latin ” scientia ” yang berarti pengetahuan,
memandang dan mengamati keberadaan (eksistensi) alam ini sebagai suatu objek.
Berdasarkan Webster New Collegiate Dictionary definisi dari sains adalah
pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian atau pengetahuan
yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum -hukum alam yang terjadi
misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah.
Sains
merupakan ilmu yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari.
Fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar kita merupakan salah satu dari bagian
pengetahuan sains yang terkadang kita sebagai manusia belum mengenal dan
mengetahuai lebih luas tentang fenomena alam tersebut. Contohnya adalah
bagaimana manusia itu bisa berkembang dari bayi hingga tua ynag dijelaskan
dalam Biologi, bagaimana air laut itu terasa asin ynag dijelaskan dalam
pelajaran Kimia dan mengapa buah kelapa itu selalu jatuh ke bawah yang
dijelaskan dalam ilmu Fisika. Semua itu merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
alam atau natural sience.
Dalam
pengetahuan sains manusia tidak hanya menebak fenomena-fenomena alam tersebut
dengan sendirinya, namun diperlukan upaya atau langkah-langkah penyelidikan
untuk mencari kejelasan tentang gejala-gejala alam tersebut. Langkah tersebut
adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen,
mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan.
Menyadari
pentingnya peran dari filsafat ilmu dalam konteks pengetahuan sains maka
makalah ini menyebutkan beberapa hal tentang bagaiaman proses fenomena
tersebut terjadi, bagaimana hukum atau teori yang telah dikemukakan oleh para
ilmuwan, dan apakah hakikat dari ilmu sains itu (ontologi, epistimologi dan
aksiologi sains), bagaimana cara sains menyelesaikan masalah, dan apa sajakah
manfaat sains dalam kehidupan manusia. Hal tersebut akan dibahas lebih luas dan
mendalam dalam makalah ini.
DEFINISI
SAINS
Sains
pada prinsipnya merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari
pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari dan dilanjutkan dengan
suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode
yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi, eksperimen, survey,
studi kasus dan lain-lain). Lebih lanjut dijelaskan bahwa sains adalah gambaran
yang lengkap dan konsisten tentang berbagai fakta pengalaman dalam suatu
hubungan yang mungkin paling sederhana (simple possible terms). Sains
dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang
dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan
menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam.
ONTOLOGI
SAINS
Ontologi
adalah salah satu bagian penting dalam filsafat yang membahas atau
mempermasalahkan hakikat-hakikat semua yang ada baik abstrak maupun riil.
Ontologi di sini membahas semua yang ada secara universal, berusaha mencari
inti yang dimuat setiap kenyataan meliputi semua realitas dalam segala
bentuknya.
1)
Sain Kealaman
- Astronomi;
- Fisika: mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika nuklir;
- Kimia: kimia organik, kimia teknik;
- Ilmu Bumi: paleontologi, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogi, geografi;
- Ilmu Hayati: biofisika, botani, zoologi;
2)
Sain Sosial
- Sosiologi: sosiologi komunikasi, sosiologi politik, sosiologi pendidikan
- Antropologi: antropologi budaya, antropologi ekonomi, entropologi politik.
- Psikologi: psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal;
- Ekonomi: ekonomi makro, ekonomi lingkungan, ekonomi pedesaan;
- Politik: politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional
3)
Humaniora
- Seni: seni abstrak, seni grafika, seni pahat, seni tari;
- Hukum: hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat (mungkin dapat dimasukkan ke sain sosial);
- Filsafat: logika, ethika, estetika;
- Bahasa, Sastra;
- Agama: Islam, Kristen, Confusius;
- Sejarah: sejarah Indonesia, sejarah dunia (mungkin dapat dimasukkan ke sain sosial).
EPISTIMOLOGI
SAINS
Pengalaman
manusia sudah berkembang sejak lama. Yang dapat dicatat dengan baik ialah sejak
tahun 600-an SM. Yang mula-mula timbul agaknya ialah pengetahuan filsafat dan
hampir bersamaan dengan itu berkembang pula pengetahuan sain dan pengetahuan
mistik.
- 1. Objek pengetahuan sains
Objek-objek
yang dapat diteliti oleh sain banyak sekali: alam, tetumbuhan, hewan, dan
manusia, serta kejadian-kejadian di sekitar alam, tetumbuhan, hewan dan manusia
itu; semuanya dapat diteliti oleh sain. Dari penelitian itulah muncul
teori-teori sain. Teori-teori itu berkelompok atau dikelompokkan dalam
masing-masing cabang sain.
- 2. Cara memperoleh pengetahuan sains
Pengetahuan
sains didapat dengan menerapkan paham humanisme, rasionalisme, empirisme, dan
positivisme. Humanisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa
manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Humanisme telah muncul pada zaman
Yunani Lama (Yunani Kuno). Rasionalisme ialah paham yang mengatakan
bahwa akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari
dengan akal, temuannya diukur dengan akal pula. Empirisisme ialah paham
filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti
empiris. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada
bukti empirisme, yang terukur.
AKSIOLOGI
SAINS
Aksiologi
adalah cara untuk menerapkan pengetahuan yang didapat. Menurut Wibisono (dalam
Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran,
etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta
penerapan ilmu. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan
ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari
hakikat, dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya
ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkanya dan
tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan dijalan yang baik pula. Karena
akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan dijalan yang tidak benar. Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai
kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang
ilmu harus disesuaikan dengan nilai kegunaan ilmu tersebut dapat
dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
- Alat eksplanasi
Menurut
T. Jacob (Manusia, Ilmu dan Teknologi, 1993: 7-8) sain merupakan suatu sistem
eksplanasi yang paling dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya
dalam memahami masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan.
- Alat prediksi
Ketika
membuat eksplanasi, biasanya para ilmuwan telah mengetahui faktor yang
menyebabkan timbulnya suatu gejala. Dari faktor tersebut para ilmuwan dapat
membuat sebuah ramalan atau prediksi.
- Alat pengontrol
Eksplanasi
merupakan bahan untuk membuat ramalan atau prediksi dan alat pengontrol.
Perbedaan antara prediksi dengan alat pengontrol adalah prediksi lebih
cenderung bersifat pasif, karena ketika timbul gejala tertentu, maka kita dapat
membuat prediksi, misalnya akan terjadi keadaan atau kondisi tertentu pula.
Sedangkan alat pengontrol lebih bersifat aktif terhadap sesuatu keadaan,
contohnya kita membuat tindakan efektif yang mampu meminimalisir dampak yang
ditimbulkan dari adanya suatu gejala tersebut.
Cara
Sains Menyelesaian Masalah
Pertama,
mengidentifikasi masalah. Langkah pertama menyelesaikan masalah dalam sains
adalah mengidentifikasi masalah yang ada, peneliti mengumpulkan data secara
lengkap mengenai masalah yang terjadi. Kedua, mencari teori tentang sebab-sebab
masalah. Peneliti Ketiga, menetapkan tindakan penyelesaian.
KESIMPULAN
FILSAFAT ILMU
Dari
pembahasan diatas bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut:
- Pengetahuan sains adalah sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam.
- Hal-hal yang dipelajari dalam sains adalah sains kealaman, sains sosial, dan humaniora.
- Cara memperoleh pengetahuan sains dengan menerapkan teori humanisme, rasionalisme, empirisme, positivisme, dan metode ilmiah.
- Kegunaan sains adalah ssebagai alat eksplanasi, alat prediksi, dan alat pengontrol.
- Cara sains menyelesaikan masalah adalah pertama, mengidentifikasi masalah. Kedua, mencari teori tentang sebab-sebab masalah. Peneliti Ketiga, menetapkan tindakan penyelesaian11837
0 Response to "MATERI KULIAH FILSAFAT SMESTER IV"
Posting Komentar