BERSERAH DIRI PADA TUHAN
BAGAIMANA HARUS BERSERAH DIRI PADA TUHAN
Berserah
diri hakekatnya sama dengan “tapa ngeli” menghayutkan diri pada “aliran
sungai” kehendak Hyang Widhi (kareping rahsa) yang akan menjamin kita
sampai pada muara keberuntungan memasuki samodra anugrah Tuhan. Tapi
orang kadang tanpa sadar telah salah pilih, menghanyutkan diri pada “air
bah” (rahsaning karep/keinginan jasad) sehingga arahnya berbalik meninggalkan
samodra anugrah Tuhan menuju ke daratan, menyapu dan merusak apa saja
yang dilewatinya. Menerjang wewaler, merusak kedamaian dan ketentraman,
tata krama, aturan, dan segala macam tatanan.
Pun, bagi yang dapat melakukan “tapa ngeli” tetap harus sambil berenang (eling dan waspadha) agar tidak tewas tenggelam. Bukan
berarti, kita menyerahkan 100 % kemauan (inisiatif) kita kepada Tuhan.
Karena sikap ini sama saja membangun sikap FATALISTIS. Lantas menganggap
nasib buruk, kegagalan, penderitaan, kesulitan yang menimpa dirinya
sebagai takdir Tuhan. Secara tidak sadar sikap itu seperti halnya
mengkambinghitamkan Tuhan dan menafikkan tugas ihtiar manusia. Berserah
diri 100 % artinya kita tetap memiliki inisiatif untuk berjuang dan
berusaha, hanya saja harus menempuh cara-cara atau prosedur yang
mentatati rumus-rumus (kodrat) Tuhan. Sebab letak kodrat ada di dalam prosedur dan cara-caranya, bukan pada garis nasib.
Merubah nasib itu menjadi tanggungjawab kita sendiri. Hanya saja tata
cara dan rumus-rumus merubah nasib, sudah disediakan Tuhan. Bila kita
menggunakan rumus Tuhan, pastilah akan menuai sukses besar. Sebaliknya
akan menuai kerusakan diri sendiri, orang lain, dan bumi. Manusia jenis
inilah yang menjadi seteru Tuhan.
Proses tetap menjadi tugas utama manusia. Kegagalan bisa jadi karena manusia tidak mentaati rumus Tuhan. Atau Tuhan sengaja menggagalkan upaya manusia sebab Tuhan maha mengetahui dan selalu menentukan yang terbaik untuk manusia.
Hidup
ibarat seni, perlu manajemen seni untuk menjalankan irama kehidupan
sehari-hari sesuai kehedak Tuhan. Kejadian yang sama belum tentu
memiliki makna dan hikmah yang samapula. Itulah sulitnya menerjemahkan
kehendak Tuhan, krn Tuhan “bekerja” dengan cara yang misterius. Akan tetapi Tuhan
Maha Adil, telah memberikan instrumen dalam jati diri kita berupa rahsa
sejati dan guru sejati, sebagai alat paling canggih yang dapat
menangkap bahasa isyarat dan kehendak Tuhan. Sayangnya masih banyak orang yang belum mengenali instrumen dalam diri pribadi setiap manusia tersebut.
Kodrat meliputi rumus-rumus ilmu Tuhan yang Mahaluas tak terbatas. Discovery,
penemuan ilmiah bidang sains, teknologi dan knowledge, teori-teori
filsafat, sosial ekonomi, politik, psikologi, kedokteran merupakan bukti
nyata kesuksesan manusia dalam mengejawantah rumus-rumus (kodrat) dan kehendak Tuhan. Bahkan banyak di antara tokoh penemu sains dan teknologi, temuan mereka berkat diawali oleh sebuah ilham atau wisik gaib.
Kadang dengan didahului oleh kejadian unik yang menjadi jalan penunjuk
ke arh penemuan baru. Dalam bahasa yang lebih ilmiah disebut sebagai
talenta atau bakat alami (ILMU LADUNI). Seorang ilmuwan penemu, tidak
akan tergantung apa sukunya, bangsanya, bahkan agamanya. Inilah salah satu bukti jika Tuhan itu tidak primordial, anti sektarian dan puritan. Tapi mengapa ya manusia sering kebangeten dengan berulah dan bertabiat kontraversi dengan “sikap” Tuhan tersebut ?
Sebagai
bangsa yang agamis, harus berani jujur mengakui, telah kalah langkah
dari orang-orang dan bangsa yang justru sering dianggap sekuler dan
kafir yang kenyataannya mampu membuktikan diri berhasil menangkap
rumus-rumus (kodrat) Tuhan. Hal ini terjadi mungkin karena orang sibuk
bertengkar gara-gara perbedaan nilai-nilai pada tataran “kulit”, sekedar
“baju” . Sehingga hidupnya selalu dirundung rasa curiga mencurigai
sesama (su’udhon). Manakah yang lebih religius ? Mana pula yang sekedar
agamis ? Jika kita tetap negatif thinking dan menutup mata, jangan
menyalahkan siapa-siapa bila selamanya ketinggalan dalam segala hal dan
jatuh dalam keterpurukan. Padahal, kenyataannya orang yang dapat meraih
kemajuan dan kemuliaan hidup, adalah orang yang selalu positif thinking (khusnudhon). Sebaliknya, tiada bosan-bosannya mengkritik diri sendiri.
sabdalangit
0 Response to "BERSERAH DIRI PADA TUHAN"
Posting Komentar