Manusia, Berfikir dan Pengetahuan
Tanpa
saudara kandungnya Pengetahuan, Akal (Instrumen berfikir Manusia)
bagaikan si miskin yang tak berumah, sedangkan Pengetahuan tanpa akal
seperti rumah yang tak terjaga. Bahkan, Cinta, Keadilan, dan Kebaikan
akan terbatas kegunaannya jika akal tak hadir (Kahlil Gibran)
Pengetahuan merupakan suatu kekayaan dan
kesempurnaan. ..Seseorang yang tahu lebih banyak adalah lebih baik kalau
dibanding dengan yang tidak tahu apa-apa (Louis Leahy)
Mengetahui merupakan kegiatan yang menjadikan subjek
berkomunikasi Secara dinamik dengan eksistensi dan kodrat dari “ada”
benda-benda (Sartre)
A. MAKNA MENJADI MANUSIA
Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungannya
merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia Berfikir, dengan
Berfikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan
memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari
aktivitas Berfikir, oleh karena itu sangat wajar apabila Berfikir
merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia
di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa Berfikir, kemanusiaan manusia
pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.
Berfikir juga memberi kemungkinan manusia untuk memperoleh
pengetahuan, dalam tahapan selanjutnya pengetahuan itu dapat menjadi
fondasi penting bagi kegiatan berfikir yang lebih mendalam. Ketika Adam
diciptakan dan kemudian ALLAH mengajarkan nama-nama, pada dasarnya
mengindikasikan bahwa Adam (Manusia) merupakan Makhluk yang bisa
Berfikir dan berpengetahuan, dan dengan pengetahuan itu Adam dapat
melanjutkan kehidupannya di Dunia. Dalam konteks yang lebih luas,
perintah Iqra (bacalah) yang tertuang dalam Al Qur’an dapat
dipahami dalam kaitan dengan dorongan Tuhan pada Manusia untuk
berpengetahuan disamping kata Yatafakkarun (berfikirlah/gunakan
akal) yang banyak tersebar dalam Al Qur’an. Semua ini dimaksudkan agar
manusia dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dengan tahu dia
berbuat, dengan berbuat dia beramal bagi kehidupan. semua ini
pendasarannya adalah penggunaan akal melalui kegiatan berfikir. Dengan
berfikir manusia mampu mengolah pengetahuan, dengan pengolahan tersebut,
pemikiran manusia menjadi makin mendalam dan makin bermakna, dengan
pengetahuan manusia mengajarkan, dengan berpikir manusia mengembangkan,
dan dengan mengamalkan serta mengaplikasikannya manusia mampu melakukan
perubahan dan peningkatan ke arah kehidupan yang lebih baik, semua itu
telah membawa kemajuan yang besar dalam berbagai bidang kehidupan
manusia (sudut pandang positif/normatif).
Kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia
merupakan makna pokok yang terkandung dalam kegiatan Berfikir dan
berpengetahuan. Disebabkan kemampuan Berfikirlah, maka manusia dapat
berkembang lebih jauh dibanding makhluk lainnya, sehingga dapat terbebas
dari kemandegan fungsi kekhalifahan di muka bumi, bahkan dengan
Berfikir manusia mampu mengeksplorasi, memilih dan menetapkan
keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya. Semua itu, pada dasarnya
menggambarkan keagungan manusia berkaitan dengan karakteristik
eksistensial manusia sebagai upaya memaknai kehidupannya dan sebagai
bagian dari Alam ini.
Dalam konteks perbandingan dengan bagian-bagian alam lainnya, para
akhli telah banyak mengkaji perbedaan antara manusia dengan
makhluk-makhluk lainnya terutama dengan makhluk yang agak dekat dengan
manusia yaitu hewan. Secara umum komparasi manusia dengan hewan dapat
dilihat dari sudut pandang Naturalis/biologis dan sudut pandang
sosiopsikologis. Secara biologis pada dasarnya manusia tidak banyak
berbeda dengan hewan, bahkan Ernst Haeckel (1834 – 1919)
mengemukakan bahwa manusia dalam segala hal sungguh-sungguh adalah
binatang beruas tulang belakang, yakni binatang menyusui, demimikian
juga Lamettrie (1709 – 1751) menyatakan bahwa tidaklah terdapat
perbedaan antara binatang dan manusia dan karenanya manusia itu adalah
suatu mesin.
Kalau manusia itu sama dengan hewan, tapi kenapa manusia bisa
bermasyarakat dan berperadaban yang tidak bisa dilakukan oleh hewan ?,
pertanyaan ini telah melahirkan berbagai pemaknaan tentang manusia,
seperti manusia adalah makhluk yang bermasyarakat (Sosiologis), manusia
adalah makhluk yang berbudaya (Antropologis), manusia adalah hewan yang
ketawa, sadar diri, dan merasa malu (Psikologis), semua itu kalau
dicermati tidak lain karena manusia adalah hewan yang berfikir/bernalar (the animal that reason) atau Homo Sapien.
Dengan memahami uraian di atas, nampak bahwa ada sudut pandang yang
cenderung merendahkan manusia, dan ada yang mengagungkannya, semua sudut
pandang tersebut memang diperlukan untuk menjaga keseimbangan memaknai
manusia. Blaise Pascal (1623 – 1662) menyatakan bahwa adalah
berbahaya bila kita menunjukan manusia sebagai makhluk yang mempunyai
sifat-sifat binatang dengan tidak menunjukan kebesaran manusia sebagai
manusia. Sebaliknya adalah bahaya untuk menunjukan manusia sebagai
makhluk yang besar dengan tidak menunjukan kerendahan, dan lebih
berbahaya lagi bila kita tidak menunjukan sudut kebesaran dan
kelemahannya sama sekali (Rasjidi. 1970 : 8). Guna memahami lebih jauh
siapa itu manusia, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi
- Plato (427 – 348). Dalam pandangan Plato manusia dilihat secara dualistik yaitu unsur jasad dan unsur jiwa, jasad akan musnah sedangkan jiwa tidak, jiwa mempunyai tiga fungsi (kekuatan) yaitu logystikon (berfikir/rasional, thymoeides (Keberanian), dan epithymetikon (Keinginan)
- Aristoteles (384 – 322 SM). Manusia itu adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal fikirannya. Manusia itu adalah hewan yang berpolitik (Zoon Politicon/Political Animal), hewan yang membangun masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokan impersonal dari pada kampung dan negara.
- Ibnu Sina (980 -1037 M). manusia adalah makhluk yang mempunyai kesanggupan : 1) makan, 2) tumbuh, 3) ber-kembang biak, 4) pengamatan hal-hal yang istimewa, 5) pergerakan di bawah kekuasaan, 6) ketahuan (pengetahuan tentang) hal-hal yang umum, dan 7) kehendak bebas. Menurut dia, tumbuhan hanya mempunyai kesanggupan 1, 2, dan 3, serta hewan mempunyai kesanggupan 1, 2, 3, 4, dan 5.
- Ibnu Khaldun (1332 – 1406). Manusia adalah hewan dengan kesanggupan berpikir, kesanggupan ini merupakan sumber dari kesempurnaan dan puncak dari segala kemulyaan dan ketinggian di atas makhluk-makhluk lain.
- Ibnu Miskawaih. Menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kekuatan-kekuatan yaitu : 1) Al Quwwatul Aqliyah (kekuatan berfikir/akal), 2) Al Quwwatul Godhbiyyah (Marah, 3) Al Quwwatu Syahwiyah (sahwat).
- Harold H. Titus menyatakan : Man is an animal organism, it is true but he is able to study himself as organism and to compare and interpret living forms and to inquire about the meaning of human existence. Selanjutnya Dia menyebutkan beberapa faktor yang berkaitan (menjadi karakteristik – pen) dengan manusia sebagai pribadi yaitu :
i. Self conscioueness
ii. Reflective thinking, abstract thought, or the power of generalization
iii. Ethical discrimination and the power of choice
iv. Aesthetic appreciation
v. Worship and faith in a higher power
vi. Creativity of a new order
- William E. Hocking menyatakan : Man can be defined as the animal who thinks in term of totalities.
- C.E.M. Joad. Menyatakan : every thing and every creature in the world except man acts as it must, or act as it pleased, man alone act on occasion as he ought
- R.F. Beerling. Menyatakan bahwa manusia itu tukang bertanya.
Dari uraian dan berbagai definisi tersebut di atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan tentang siapa itu manusia yaitu :
1. Secara fisikal, manusia sejenis hewan juga
2. Manusia punya kemampuan untuk bertanya
3. Manusia punya kemampuan untuk berpengetahuan
4. Manusia punya kemauan bebas
5. Manusia bisa berprilaku sesuai norma (bermoral)
6. Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan berbudaya
7. Manusia punya kemampuan berfikir reflektif dalam totalitas dengan kesadara diri
8. Manusia adalah makhluk yang punya kemampuan untuk percaya pada Tuhan
apabila dibagankan dengan mengacu pada pendapat di atas akan nampak sebagai berikut
Tabel 1.1. Dimensi-dimensi manusia
MANUSIA | ||
HEWANI/BASARI |
|
INSANI/MANUSIAWI |
JASAD/FISIK/BIOLOGIS | JIWA/AKAL/RUHANI | |
MAKAN | BERFIKIR | |
MINUM | BERPENGETAHUAN | |
TUMBUH | BERMASYARAKAT | |
BERKEMBANGBIAK | BERBUDAYA/BERETIKA/BERTUHAN |
Dengan demikian nampaknya terdapat perbedaan sekaligus persamaan
antara manusia dengan makhluk lain khususnya hewan, secara
fisikal/biologis perbedaan manusia dengan hewan lebih bersifat gradual
dan tidak prinsipil, sedangkan dalam aspek kemampuan berfikir,
bermasyarakat dan berbudaya, serta bertuhan perbedaannya sangat
asasi/prinsipil, ini berarti jika manusia dalam kehidupannya hanya
bekutat dalam urusan-urusan fisik biologis seperti makan, minum,
beristirahat, maka kedudukannya tidaklah jauh berbeda dengan hewan,
satu-satunya yang bisa mengangkat manusia lebih tinggi adalah penggunaan
akal untuk berfikir dan berpengetahuan serta mengaplikasikan
pengetahuannya bagi kepentingan kehidupan sehingga berkembanglah
masyarakat beradab dan berbudaya, disamping itu kemampuan tersebut telah
mendorong manusia untuk berfikir tentang sesuatu yang melebihi
pengalamannya seperti keyakinan pada Tuhan yang merupakan inti dari
seluruh ajaran Agama. Oleh karena itu carilah ilmu dan berfikirlah terus
agar posisi kita sebagai manusia menjadi semakin jauh dari posisi hewan
dalam konstelasi kehidupan di alam ini. Meskipun demikian penggambaran
di atas harus dipandang sebagai suatu pendekatan saja dalam memberi
makna manusia, sebab manusia itu sendiri merupakan makhluk yang sangat
multi dimensi, sehingga gambaran yang seutuhnya akan terus menjadi
perhatian dan kajian yang menarik, untuk itu tidak berlebihan apabila Louis Leahy
berpendapat bahwa manusia itu sebagai makhluk paradoksal dan sebuah
misteri, hal ini menunjukan betapa kompleks nya memaknai manusia dengan
seluruh dimensinya.
B. MAKNA BERFIKIR
Semua karakteristik manusia yang menggambargakan ketinggian dan
keagungan pada dasarnya merupakan akibat dari anugrah akal yang
dimilikinya, serta pemanfaatannya untuk kegiatan berfikir, bahkan Tuhan
pun memberikan tugas kekhalifahan (yang terbingkai dalam perintah dan
larangan) di muka bumi pada manusia tidak terlepas dari kapasitas akal
untuk berfikir, berpengetahuan, serta membuat keputusan untuk melakukan
dan atau tidak melakukan yang tanggungjawabnya inheren pada manusia,
sehingga perlu dimintai pertanggungjawaban.
Sutan Takdir Alisjahbana. Menyatakan bahwa pikiran memberi
manusia pengetahuan yang dapat dipakainya sebagai pedoman dalam
perbuatannya, sedangkan kemauanlah yang menjadi pendorong perbuatan
mereka. Oleh karena itu berfikir merupakan atribut penting yang
menjadikan manusia sebagai manusia, berfikir adalah fondasi dan kemauan
adalah pendorongnya.
Kalau berfikir (penggunaan kekuatan akal) merupakan salah satu ciri
penting yang membedakan manusia dengan hewan, sekarang apa yang dimaksud
berfikir, apakah setiap penggunaan akal dapat dikategorikan berfikir,
ataukah penggunaan akal dengan cara tertentu saja yang disebut berfikir.
Para akhli telah mencoba mendefinisikan makna berfikir dengan
rumusannya sendiri-sendiri, namun yang jelas tanpa akal nampaknya
kegiatan berfikir tidak mungkin dapat dilakukan, demikian juga pemilikan
akal secara fisikal tidak serta merta mengindikasikan kegiata berfikir.
Menurut J.M. Bochenski berfikir adalah perkembangan ide dan
konsep, definisi ini nampak sangat sederhana namun substansinya cukup
mendalam, berfikir bukanlah kegiatan fisik namun merupakan kegiatan
mental, bila seseorang secara mental sedang mengikatkan diri dengan
sesuatu dan sesuatu itu terus berjalan dalam ingatannya, maka orang
tersebut bisa dikatakan sedang berfikir. Jika demikian berarti bahwa
berfikir merupakan upaya untuk mencapai pengetahuan. Upaya mengikatkan
diri dengan sesuatu merupakan upaya untuk menjadikan sesuatu itu ada
dalam diri (gambaran mental) seseorang, dan jika itu terjadi tahulah
dia, ini berarti bahwa dengan berfikir manusia akan mampu memperoleh
pengetahuan, dan dengan pengetahuan itu manusia menjadi lebih mampu
untuk melanjutkan tugas kekhalifahannya di muka bumi serta mampu
memposisikan diri lebih tinggi dibanding makhluk lainnya.
Sementara itu Partap Sing Mehra memberikan definisi berfikir
(pemikiran) yaitu mencari sesuatu yang belum diketahui berdasarkan
sesuatu yang sudah diketahui. Definisi ini mengindikasikan bahwa suatu
kegiatan berfikir baru mungkin terjadi jika akal/pikiran seseorang telah
mengetahui sesuatu, kemudian sesuatu itu dipergunakan untuk mengetahui
sesuatu yang lain, sesuatu yang diketahui itu bisa merupakan data,
konsep atau sebuah idea, dan hal ini kemudian berkembang atau
dikembangkan sehingga diperoleh suatu yang kemudian diketahui atau bisa
juga disebut kesimpulan. Dengan demikian kedua definisi yang dikemukakan
akhli tersebut pada dasarnya bersifat saling melengkapi. Berfikir
merupakan upaya untuk memperoleh pengetahuan dan dengan pengetahuan
tersebut proses berfikir dapat terus berlanjut guna memperoleh
pengetahuan yang baru, dan proses itu tidak berhenti selama upaya
pencarian pengetahuan terus dilakukan.
Menurut Jujus S Suriasumantri Berfikir merupakan suatu
proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian
gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya
sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Dengan demikian
berfikir mempunyai gradasi yang berbeda dari berfikir sederhana sampai
berfikir yang sulit, dari berfikir hanya untuk mengikatkan subjek dan
objek sampai dengan berfikir yang menuntut kesimpulan berdasarkan ikatan
tersebut. Sementara itu Partap Sing Mehra menyatakan bahwa proses berfikir mencakup hal-hal sebagai berikut yaitu :
- Conception (pembentukan gagasan)
- Judgement (menentukan sesuatu)
- Reasoning (Pertimbangan pemikiran/penalaran)
bila seseorang mengatakan bahwa dia sedang berfikir tentang sesuatu,
ini mungkin berarti bahwa dia sedang membentuk gagasan umum tentang
sesuatu, atau sedang menentukan sesuatu, atau sedang mempertimbangkan
(mencari argumentasi) berkaitan dengan sesuatu tersebut.
Cakupan proses berfikir sebagaimana disebutkan di atas menggambarkan
bentuk substansi pencapaian kesimpulan, dalam setiap cakupan terbentang
suatu proses (urutan) berfikir tertentu sesuai dengan substansinya.
Menurut John Dewey proses berfikir mempuyai urutan-urutan (proses) sebagai berikut :
- Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenai sifat, ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba.
- Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
- Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesa, inferensi atau teori.
- Ide-ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi dengan jalan mengumpulkan bukti-bukti (data).
- Menguatkan pembuktian tentang ide-ide di atas dan menyimpulkannya baik melalui keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan.
Sementara itu Kelly mengemukakan bahwa proses berfikir mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
- Timbul rasa sulit
- Rasa sulit tersebut didefinisikan
- Mencari suatu pemecahan sementara
- Menambah keterangan terhadap pemecahan tadi yang menuju kepada kepercayaan bahwa pemecahan tersebut adalah benar.
- Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental
- Mengadakan penelitian terhadap penemuan-penemuan eksperimental menuju pemecahan secara mental untuk diterima atau ditolak sehingga kembali menimbulkan rasa sulit.
- Memberikan suatu pandangan ke depan atau gambaran mental tentang situasi yang akan datang untuk dapat menggunakan pemecahan tersebut secara tepat.
Urutan langkah (proses) berfikir seperti tersebut di atas lebih menggambarkan suatu cara berfikir ilmiah, yang pada dasarnya merupakan gradasi tertentu disamping berfikir biasa yang sederhana serta berfikir radikal filosofis,
namun urutan tersebut dapat membantu bagaimana seseorang berfikir
dengan cara yang benar, baik untuk hal-hal yang sederhana dan konkrit
maupun hal-hal yang rumit dan abstrak, dan semua ini dipengaruhi oleh
pengetahuan yang dimiliki oleh orang yang berfikir tersebut.
C. MAKNA PENGETAHUAN
Berfikir mensyaratkan adanya pengetahuan (Knowledge)
atau sesuatu yang diketahui agar pencapaian pengetahuan baru lainnya
dapat berproses dengan benar, sekarang apa yang dimaksud dengan
pengetahuan ?, menurut Langeveld pengetahuan ialah kesatuan
subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui, di tempat lain dia
mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan kesatuan subjek yang mengetahui
dengan objek yang diketahui, suatu kesatuan dalam mana objek itu
dipandang oleh subjek sebagai dikenalinya. Dengan demikian pengetahuan
selalu berkaitan dengan objek yang diketahui, sedangkan Feibleman menyebutnya hubungan subjek dan objek (Knowledge : relation between object and subject).
Subjek adalah individu yang punya kemampuan mengetahui (berakal) dan
objek adalah benda-benda atau hal-hal yang ingin diketahui. Individu
(manusia) merupakan suatu realitas dan benda-benda merupakan realitas
yang lain, hubungan keduanya merupakan proses untuk mengetahui dan bila
bersatu jadilah pengetahuan bagi manusia. Di sini terlihat bahwa subjek
mesti berpartisipasi aktif dalam proses penyatuan sedang objek pun harus
berpartisipasi dalam keadaannya, subjek merupakan suatu realitas
demikian juga objek, ke dua realitas ini berproses dalam suatu interaksi
partisipatif, tanpa semua ini mustahil pengetahuan terjadi, hal ini
sejalan dengan pendapat Max Scheler yang menyatakan bahwa
pengetahuan sebagai partisipasi oleh suatu realita dalam suatu realita
yang lain, tetapi tanpa modifikasi-modifikasi dalam kualitas yang lain
itu. Sebaliknya subjek yang mengetahui itu dipengaruhi oleh objek yang
diketahuinya.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang diketahui tentang objek tertentu, termasuk ke dalamnya ilmu (Jujun S Suriasumantri,),
Pengetahuan tentang objek selalu melibatkan dua unsur yakni unsur
representasi tetap dan tak terlukiskan serta unsur penapsiran konsep
yang menunjukan respon pemikiran. Unsur konsep disebut unsur formal
sedang unsur tetap adalah unsur material atau isi (Maurice Mandelbaum).
Interaksi antara objek dengan subjek yang menafsirkan, menjadikan
pemahaman subjek (manusia) atas objek menjadi jelas, terarah dan
sistimatis sehingga dapat membantu memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi. Pengetahuan tumbuh sejalan dengan bertambahnya pengalaman,
untuk itu diperlukan informasi yang bermakna guna menggali pemikiran
untuk menghadapi realitas dunia dimana seorang itu hidup (Harold H Titus).
D. BERFIKIR DAN PENGETAHUAN
Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi
ciri keutamaan manusia, tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir
dan tanpa berfikir pengetahuan lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai,
oleh karena itu nampaknya berfikir dan pengetahuan mempunyai hubungan
yang sifatnya siklikal.
Gerak sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar
mengingat pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak
pengetahuan yang dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir,
demikian juga semakin rumit aktivitas berfikir semakin kaya akumulasi
pengetahuan. Semakin akumulatif pengetahuan manusia semakin rumit, namun
semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta mensistimatisirnya
dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah
(ilmu), disamping itu terdapat pula orang-orang yang tidak hanya puas
dengan mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat dan kebenaran
yang diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka lahirlah pengetahuan
filsafat, oleh karena itu berfikir dan pengetahuan dilihat dari ciri
prosesnya dapat dibagi ke dalam :
- Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial)
- Berfikir sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu)
- Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat)
Semua jenis berfikir dan pengetahuan tersebut di atas mempunyai
poisisi dan manfaatnya masing-masing, perbedaan hanyalah bersifat
gradual, sebab semuanya tetap merupakan sifat yang inheren dengan
manusia. Sifat inheren berfikir dan berpengetahuan pada manusia telah
menjadi pendorong bagi upaya-upaya untuk lebih memahami kaidah-kaidah
berfikir benar (logika), dan semua ini makin memerlukan keakhlian,
sehingga makin rumit tingkatan berfikir dan pengetahuan makin sedikit
yang mempunyai kemampuan tersebut, namun serendah apapun gradasi
berpikir dan berpengetahuan yang dimiliki seseorang tetap saja mereka
bisa menggunakan akalnya untuk berfikir untuk memperoleh pengetahuan,
terutama dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan, sehingga manusia
dapat mempertahankan hidupnya (pengetahuan macam ini disebut pengetahuan
eksistensial).
Berpengetahuan merupakan syarat mutlak bagi manusia
untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk itu dalam diri manusia telah
terdapat akal yang dapat dipergunakan berfikir untuk lebih mendalami dan
memperluas pengetahuan. Paling tidak terdapat dua alasan mengapa
manusia memerlukan pengetahuan/ilmu yaitu:
1. manusia tidak bisa hidup dalam alam yang belum terolah,
sementara binatang siap hidup di alam asli dengan berbagai kemampuan
bawaannya.
2. manusia merupakan makhluk yang selalu bertanya baik implisit
maupun eksplisit dan kemampuan berfikir serta pengetahuan merupakan
sarana untuk menjawabnya.
Dengan demikian berfikir dan pengetahuan bagi manusia merupakan
instrumen penting untuk mengatasi berbagai persoalah yang dihadapi dalam
hidupnya di dunia, tanpa itu mungkin yang akan terlihat hanya
kemusnahan manusia (meski kenyataan menunjukan bahwa dengan berfikir
dan pengetahuan manusia lebih mampu membuat kerusakan dan memusnahkan
diri sendiri lebih cepat)
PERTANYAAN UNTUK BAHAN DISKUSI
1. jelaskan makna Manusia?
2. jelaskan perbedaan manuaia dengan hewan?
3. apa yang dimaksud dengan berfikir?
4. apa yang dimaksud dengan pengetahuan?
5. jelaskan hubungan antara berfikir dan pengetahuan?
6. mengapa manusia perlu berfikir dan berpengetahuan?
7. sebutkan danjelaskan jenis-jenis berfikir dan pengetahuan?
8. mengapa manusia merupakan satu-satunya makhluk di dunia yang bisa beragama?
0 Response to " "
Posting Komentar