Tasawuf dan Pokok Pembahasannya
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Al-Qur`an dan
hadis bukanlah sebuah aturan-aturan kaku yang membatasi ruang gerak manusia.
Al-Qur`an dan hadis adalah panduan hidup yang menggiring manusia menuju
ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan.
Kebahagiaan yang
sempurna adalah kebahagiaan yang meliputi dua dimensi, yaitu dimensi dunia dan
dimensi akhirat. Kebahagiaan di dunia dapat dirasakan dengan jiwa yang tentram.
Kebahagiaan akhirat adalah kebahagiaan bertemu dan berkomunikasi dengan Allah.
Berkomunikasi bukan dalam arti melalui panca indra dan organ tubuh yang
dimiliki manusia, tetapi proses komunikasi yang dilakukan antara jiwa suci
dengan jiwa Yang Maha Suci. Suatu
kebahagiaan yang luar biasa dan
anugrah yang tiada tara.
Mengikat
lingkaran rohani dengan Allah merupakan tujuan akhir kehidupan manusia.
Kehidupan yang berlandaskan rohani dan fitrah yang diciptakan Allah disebut
dengan kehidupan yang hakiki. Sedangkan kehidupan yang hanya bersandarkan
kepada materi saja adalah kehidupan yang semu. Oleh karena itu manusia pada
dasarnya adalah suci, maka kegiatan yang dilakukan oleh sebagian manusia untuk
mensucikan diri merupakan naluri manusia. Usaha yang mengarah kepada pensucian
jiwa terdapat di dalam kehidupan tasawuf.
Tasawuf merupakan suatu
ajaran untuk mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Allah bahkan kalau bisa
menyatu dengan Allah melalui jalan dan cara, yaitu maqâmât dan ahwâl.
Dalam perkembangannya tasawuf mendapatkan berbagai kendala, ada pendapat
yang mengatakan bahwa tasawuf bukan berasal dari Islam itu sendiri
tetapi merupakan pengaruh dari ajaran-ajarn agama lain.
Untuk lebih
jelasnya, dalam makalah ini akan dicoba memaparkan
beberapa persoalan yang
berhubungan pengertian tasawuf, pandangan umat islam terhadap tasawuf,
stasiun – stasiun ( Tingkatan
) dalam tasawuf.
2. Tujuan
Tasawuf
sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini berurusan dengan penyucian hati, agar
ia tetap jernih, dan dengan jernihnya hati sanubaru akan memancarkan akhlak
yang mulia. Dan disinilah hubungan subtansial antara akhlak dan tasawuf.
3.
Sistematika
Agar makalah ini mudah dipahami
oleh pembaca, maka kami membuat sistematika penulisan makalah ini sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan latar belakang, identifikasi masalah, tujuan dibuatnya makalah dan sistematika penulisan makalah.
BAB II PEMBAHASAN
Pembahasan berisikan teori-teori yang digunkan dalam pembuatan makalah.
BAB III PENUTUP
Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dari pembahasan serta pengajuan usulan dan saran-saran seta kritik.
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan latar belakang, identifikasi masalah, tujuan dibuatnya makalah dan sistematika penulisan makalah.
BAB II PEMBAHASAN
Pembahasan berisikan teori-teori yang digunkan dalam pembuatan makalah.
BAB III PENUTUP
Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dari pembahasan serta pengajuan usulan dan saran-saran seta kritik.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa
tasawuf berarti sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah,
hidup sederhana, rela berkorbann untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Sikap yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung pada sudut pandang yang digunakan masing-masing.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung pada sudut pandang yang digunakan masing-masing.
Selama ini ada
tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu
:
Didefinisikan
sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia,
dan hanya memusatkan perhatian kepada Alloh SWT.
b.
Manusia sebagai makhluk yang harus berjuang
Diartikan
sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama
dalam rangka mendekatkan diri kepada Alloh SWT
c.
Dan manusia sebagai makhlauk yang ber-Tuhan
Diartikan
sebagai kesadaran fitrah (ke-Tuhanan) yang dapat megarahkan jiwa agar tertuju
kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan
Jika tiga definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan, maka segera tampak bahwa, Tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan diri dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Alloh SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
2. Pandangan Umat Islam Terhadap Tasawuf
Ada yang
bependapat bahwa tasawuf berasal dari kata shaf pertama dalam shalat.
Sebagaimana halnya orang yang shalat di shaf pertama akan mendapat kemuliaan
dan pahala, maka demikian juga kaum sufi dimuliakan Allah dan diberi pahala.
Dan ada yang berpendapat bahwa tasawuf berasal dari kata al-Shafa’ yang
berarti suci. Seorang sufi adalah orang yang mensucikan dirinya melalui latihan
- latihan yang lama.
Sophos kata Yunani yang
berarti hikmah merupakan asal kata tasawuf. Di dalam transliterisasi
huruf s yang terdapat di dalam kata sophos ke dalam Bahasa Arab menjadi
(sin) dan bukan (shod), sebagaimana halnya kata falsafat dari kata
philosophia. Dengan demikian kata sufi ditulis dengan (sufi) dan
bukan (shufi). Selain itu ada yang menisbahkannya kepada kata shuf yang
berarti wol kasar. Kain yang terbuat dari wol kasar merupakan symbol kesederhanaan
dan kemiskinan. walaupun hidup penuh kesederhanaan dan miskin, mereka berhati
suci, tekun beribadah.
Berikut
beberapa definisi Tasawuf menurut para ahli / sufi :
1.
Tasawuf menurut Muhammad bin Ali bin Husain bin Abi Thalib
Kebaikan budi
pekerti. Maka apabila bertambah baik kelakuannya, maka bertambah pula
tasawufnya
2. Tasawuf menurut
Hasan Nuri
Tasawuf itu
tidak terdiri atas praktik-praktik dan ilmu-ilmu tertentu melainkan ia
(tasawuf) itu merupakan etika
3. Tasawuf menurut
Ali Karmini
Tasawuf itu merupakan moral/etika
yang baik.
4.
Tasawuf menurut
Al- Junaidi
Suatu sifat yang di dalamnya terletak
dikehidupan manusia
Tasawuf juga
berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Dapat di lihat ayat-ayat dan hadist-hadist
yang menggambarkan dekatnya manusia dengan tuhan, di antaranya adalah :
1. Terdapat dalam surat
Al-Baqarah (2) kalimat pertama ayat 186, yang terjemahannya kurang lebih
berbunyi sebagai berikut : “(jawablah Muhammad) bahwa aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang bermohon kepadaKu”…
2. Di dalam ayat 115 surat yang
sama, Allah berfirman : “Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka
kemanapun kamu menghadap, di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
3. Dalam surat Qaf ayat 16, Allah
menyatakan : “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang di bisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari urat
lehernya.”
3. Stasiun -
Stasiun ( Tingkatan ) Dalam Tasawuf
Maqâm merupakan
tingkatan rohani yang dapat dilalui orang yang berjalan menuju Allah dan akan
berhenti pada saat tertentu. Orang yang menempuh jalan kebenaran (salik)
berjuang hingga Allah memudahkannya untuk menempuh jalan menuju tingkatan
kedua. Hal ini misalnya dari tingkatan taubat menuju tingkatan wara`,
dari tingkatan wara` menuju tingkatan zuhud. Demikian jalanya
hingga mencapai tingkatan mahabbah dan ridha.
Kaum sufi
berbeda di dalam merinci maqâm yang harus dilalui oleh seorang salik untuk
menuju tujuannya. Imam Abu Nashr al-Sarraj al-Tusi membicarakan maqâm pada:
taubat, al-wara`, zuhud, al-faqr, al-shabr, al-ridha,
tawakal dan lain-lain. Menurut Abu Bakr al-Kalabi dalam bukunya al-ta’aruf
limazhab ahl tasawuf, yaitu: taubat, zuhud, sabar, fakir, rendah hati,
takwa,tawakal, kerelaan, cinta, ma’rifah,. Abu Hasan al-Qusyairi
membaginya kepada:
taubat, wara`, zuhud,
tawakal, sabar dan kerelaan. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan maksud dari
beberapa maqâm yang harus dilalui oleh seorang sufi.
a.
Maqâm pertama, taubat,
Taubat merupakan
batu pertama jalan menuju Allah dan merupakan penyerahan diri kepada-Nya.
Taubat adalah mensucikan manusia dari maksiat dan menghapus kesalahan
(dosa-dosa) sebelumnya. Taubat orang sufi adalah taubat dari lalai beribadah.
Mereka menganggap dosa kecil seperti dosa besar. Taubat semacam ini mempunyai
syarat sehingga dapat menyiapkan manusia menempuh tujuannya dengan satu
kesiapan yang sempurna. Syarat-syarat tersebut meliputi, pertama agar manusia meninggalkan
maksiat, kedua agar manusia menyesali perbuatannya dan ketiga agar dirinya
bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan untuk selama-lamanya. Jika salah satu
syarat tidak terpenuhi tidak sah taubatnya. Apabila perbuatannya ada kaitannya
dengan manusia, syaratnya ada empat, yaitu tiga syarat yang di atas dan yang
keempat adalah membersihkan diri dari hak orang lain.
b.
Maqâm kedua adalah wara`.
Wara` adalah
meninggalkan segala sesuatu yang mengandung syubhat (kesamaran) di
dalamnya. Menurut Abdul Halim wara` adalah kehatian-hatian dalam perkataan,
hati nurani dan perbuatan. Dalam perkataan adalah menahan dari ucapan sia-sia
yang tidak bermanfaat dan membuang waktu, berbuat wara` dalam perkataan
bukanlah suatu yang sangat mudah. Wara` dalam hati sanubari adalah
mencegah manusia agar tidak lengah dalam hal-hal remeh. Wara` dalam
perbuatan meliputi kewaspadaan dalam hal-hal yang berkaitan dengan makanan dan
pakaian, semuanya harus berasal dari hasil yang halal.
c.Maqâm
ketiga adalah zuhud.
Secara umum zuhud
diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan
terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat. Zuhud berarti
mengasingkan diri dari kehidupan duniawi untuk tekun beribadah dan menjalankan
latihan rohani, memerangi keinginan hawa nafsu di dalam pengasingannya dan
dalam pengembaraan. Walaupun terdapat keanekaragaman penafsiran zuhud,
namun tetap sama dalam tujuan, yaitu agar manusia tidak menjadikan kehidupan
dunia sebagi tujuan akhir. Dunia harus ditempatkan sebagai sarana dan
dimanfaatkan secara terbatas
dan terkendali, jangan sampai
kenikmatan duniawi menyebabkan susutnya waktu dan perhatian kepada tujuan
sebenarnya, yaitu kebahagiaan yang abadi di “hadirat” ilahi. Dengan
demikian zuhud merupakan sikap hidup dengan mempergunakan dunia
seperlunya. Dunia hanya dijadikan sebagai jembatan untuk mencapai tujuan akhir,
yaitu kebahagiaan yang abadi di “hadirat’ ilahi.
d.
Maqâm keempat adalah faqr.
Faqr tidak diartikan
dengan hidup dalam kemiskinan tanpa ada usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Akan tetapi faqr dalam konteks sufi adalah hidup bagaikan
orang fakir. Faqr tidak membutuhkan lebih banyak dari apa yang yang
telah dimiliki, merasa puas dan bahagia dengan apa yang sudah dimiliki,
sehingga tidak meminta sesuatu yang lain secara berlebihan. Sikap mental faqr
ini merupakan benteng pertahanan yang
kuat dalam menghadapi pengaruh
kehidupan materi. Dengan tertanamnya sikap rohaniyah faqr ini, maka
dalam menerima atau memanfaatkan segala sesuatu bersikap wara`.
e.
Maqâm kelima adalah
sabar.
Sabar salah satu
sikap mental yang fundamental bagi sufi dalam usahanya mencapai sasaran. Sabar
diartikan sebagai suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekwen dalam
pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan, pendiriannya tidak labil walau
bagaimanapun beratnya tantangan yang dihadapi, pantang mundur dan tak kenal
menyerah, karena seorang sufi beranggapan bahwa segala sesuatu yang terjadi
adalah iradah Allah yang mengandung ujian
f.
Maqâm keenam adalah
tawakal.
Tawakal bukan
berarti menyerahkan seluruh urusan kepada Allah tanpa dibarengi perencaan yang
matang dan tanpa usaha. Akan tetapi tawakal secara umum berarti pasrah secara
bulat kepada Allah setelah melaksanakan sesuatu sesuai rencana dan usaha.
Tawakal tidak bisa lepas dari rencana dan usaha. Apabila rencana sudah matang
dan usaha dijalankan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan rencana, hasilnya
diserahkan kepada Allah.
g.
Maqâm ketujuh adalah mahabbah.
Harun Nasution
mengatakan bahwa pengertian yang diberikan kepada mahabbah antara lain;
pertama memeluk kepatuhan kepada Tuhan dan membenci sikap melawan kepada-Nya,
kedua menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi, ketiga mengosongkan hati
dari segala sesuatu kecuali dari diri yang dikasihi. Maqâm mahabbah dialami
oleh Rabi’ah al-Adawiyah. Rasa cinta kepada Allah begitu bergelora, siang malam
bermunajat kepada Allah. Cinta
memenuhi kalbunya sehingga tidak ada ruang walaupun kecil untuk rasa benci.
h.
Maqâm kedelapan adalah
ridha.
Sikap mental ridha
merupakan kelanjutan dari rasa cinta atau perpaduan dari mahabbah dan
sabar. Term ini mengandung arti menerima dengan lapang dada dan hati terbuka
apa saja yang menimpa dirinya dan tidak berburuk sangka kepada Allah.
Dengan timbulnya rasa cinta yang
diperkuat dengan ketabahan, maka terbina pula kelapangan hati dan kesediaan
yang tulus untuk berkorban berbuat apa saja yang diperintahkan sang kekasih.
Rela menuruti apa yang dikendaki Allah tanpa ada rasa keterpaksaan. Ia merasa
puas terhadap pemberian dari Allah walaupun sedikit bila dibandingkan dengan
yang diterima orang lain
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan :
Ajaran tasawuf
yang benar adalah yang tidak mengabaikan akhlak terhadap sesama manusia. Jadi,
bukan hanya hubungan vertikal dengan Tuhan saja yang harus di bina, namun perlu
juga hubungan dengan sesama manusia (hablumminannaas) dengan akhlak yang
terpuji. Dalam Islam, bahwa walaupun tujuan hidup harus diarahkan ke alam
akhirat, namun setiap muslim diwajibkan untuk tidak melupakan urusan dunianya.
Setiap muslim wajib kerja keras untuk menikmati rezeki Tuhan yang telah
dihalalkan untuk umat-Nya, asal diperoleh melalui jalan yang halal. Yakni
berlomba dengan cara yang jujur dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Akan
tetapi mengutamakan kehidupan dunia dan berpandangan materialis-sekuler
sangatlah dicela dan diharamkan dalam Islam.
Tujuan tertinggi
dari seorang sufi adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah atau kalau bisa
menunggal dengan Allah. Untuk mencapai tujuan tersebut seorang sufi harus
melalui cara tersendiri atau tingkatan-tingkatan yang dikenal dengan istilah maqâm.
Di samping istilah maqâm kaum sufi juga menganal istilah ahwâl yaitu
keadaan seseorang yang merupakan anugrah Allah. Kedua-duanya tidak dapat
dipisahkan.
2. Saran :
Semoga setelah membaca makalah ini kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Alloh SWT, salah satunya dengan memperdalam ilmu tasawuf yang bertujuan untuk mensucikan diri. Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi kami sebagai penulis, umumnya bagi semua pembaca. Amin
Semoga setelah membaca makalah ini kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Alloh SWT, salah satunya dengan memperdalam ilmu tasawuf yang bertujuan untuk mensucikan diri. Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi kami sebagai penulis, umumnya bagi semua pembaca. Amin
0 Response to "Tasawuf dan Pokok Pembahasannya"
Posting Komentar