Selamat Hari Guru



GAJI TINGGI, MUBAZIR

Selamat Hari Guru..!!
Rahman Alif

Beberapa pendiskusian singkat dengan berbagai pendidik (PNS) dan pemilik Yayasan  Pendidikan di kota bima, dalam suatu diskusi lepas saya berkomentar: “Setuju kalau kesejahteraan guru ditingkatkan?, tapi sesungguhnya guru yang ada sekarang ini tidak layak digaji tinggi, karena mereka tidak memiliki kompetensi, otoritas, dan integritas yang tinggi sebagai pendidik.”

Lebih lanjut saya sampaikan, mereka (Guru) itu ibarat skrup-skrup dalam sebuah mesin yang hanya bergerak bila digerakkan oleh tangan-tangan manusia. Otoritas mereka digadaikan kepada pengawas, Kanwil, Kandep, atau yayasan (bagi guru swasta). Akibatnya, para guru tidak pernah merasa gelisah meskipun mutu pendidikan merosot dan buku-buku yang mereka pakai hanya memperbodoh diri sendiri maupun murid dan menjadikan guru hanya sebagai alat penerbit untuk mencari keuntungan atau pejabat yang kolusi.
Ada sebagian yang sepakat dengan pendapat saya (Nalar Kritis), dan ada sebagian lagi yang menentangnya (Reflektifitas). Dalam beberapa karya/diberbagai media dan opini yang saya baca, banyak dari mereka berpendapat bahwa dalam hal gaji tidak pernah menempatkan persoalan gaji yang rendah sebagai persoalan utama para guru sekarang. guru itu sebetulnya memiliki peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan dan sekaligus mengembangkan diri tanpa harus melacurkan profesinya sebagai pendidik (Sebagian), sejauh kreatif dan rajinnya. Tapi justru dua hal inilah yang tidak dimiliki oleh para guru kita. Mereka umumnya tidak pinter, loyo, malas membaca, bergaul dan semau gue, tidak memiliki keinginan untuk tahu terhadap ilmu, tidak ada hasrat untuk mengembangkan diri, tidak memiliki keberanian dan sikap yang jelas, tidak kritis, tidak kreatif, juga tidak memiliki cakrawala dan relasi yang luas, sehingga dengansendirinya sulit memperoleh peluang untuk berkembang, kecuali dengan mengeksploitasi para murid. Inilah persoalan guru yang dari berbagai literasi yang pernah saya baca, dan menurut hemat saya hal inilah yang mendesak untuk ditangani, tapi justru selalu terlewatkan, karena mayoritas terfokus pada gaji yang tinggi.
Dalam tulisan lain saya mengutip “PGRI sajalah yang menyederhanakan persoalan guru itu pada masalah gaji sehingga perjuangan mereka selama masa reformasi hanya terfokus pada kenaikan gaji saja. Perjuangan mereka itu pun sebetulnya lebih dimaksudkan untuk “menebus dosa”, karena selama 32 tahun telah menjadikan guru sebagai alat legitimasi kekuasaan, sehingga keberadaan PGRI tidak membuat guru sejahtera, tapi malah tambah menderita” (Kutipan)

Agar kenaikan gaji itu tidak mubazir, maka perlu diimbangi dengan peningkatan kasadaran kritis guru, rasa keinginan-tahu terhadap ilmu pengetahuan yang besar, serta semangat belajar dan mengembangkan diri yang tinggi. Untuk itu para guru perlu dipaksa untuk mengalokasikan sebagian kenaikan tunjangan fungsionalnya untuk membeli buku-buku bermutu secara rutin tiap bulan, berlangganan koran/majalah, melihat film-film yang bagus guna meningkatkan apresiasi dan imajinasi, meningkatkan kemampuan berbahasa, menulis, dan mengikuti berbagai kursus pengembangan diri guru. Jadi bukan hanya untuk memperbesar kebutuhan konsumtif saja.
Yang penting untuk dicatat adalah semua itu jangan dikoordinir oleh organisasi mana pun, termasuk PGRI atau instansi pemerintah, sebab bila dikoordinir pada akhirnya hanya menjadi lahan obyekan baru (Politisasi Lembaga Pendikan). Biarkan para guru melakukan sendiri pembelian buku, koran/majalah, atau menentukan lembaga kursus yang akan diikutinya. Tugas para pejabat DPN atau organisasi guru hanya memberi motivasi saja bukan mengeksploitasi.
Jika kenaikan tunjangan fungsional itu tidak ada sedikitpun yang diinvestasikan untuk pengembangan diri guru, maka kenaikan tunjangan fungsional maupun gaji guru hingga 1.000% pun sama sekali tidak akan berdampak pada perbaikan kualitas guru maupun pendidikan pada umumnya, tapi justru akan merusak suasana pendidikan: Guru makin konsumtif dan kamin malas, mereka cenderung memperbesar kreditnya untuk barang-barang konsumtif.
Pada momentum hari guru hari ini, 25 September 2017, langkah cerdasnya adalah guru mesti tanpil dengan keadaan yang seimbang antara gaji dan kualitas, jika berbicara pada langkah bagaimana menkonstruksi Peningkatan kompetensi guru dengan berbagai penataran gaya Orde Baru sebaiknya juga jangan dijadikan proyek baru. Program itu lebih baik dihentikan. Sebab penataran-penataran semacam itu hanya akan memboroskan dana dan membuang energi dengan hasil yang sangat minim, terutama bila orang-orang yang menatar dan mengkoordinir masih tetap sama dengan motivasi utama mencari keuntungan material.
Tulisan ini, akibat kesadaran fenomena, curhat dan hasil kesimpulan-kesimpulan pendiskusian saya dengan beberapa guru di lembaga pendidikan di kota bima, rata-rata guru sedang mengalami inferiority complex, dan sulit beradaptasi dengan siswanya, akibatnya sebagian guru yang berada di lembaga yang memliki kapasitas minim akan di kendalikan nepotisme lembaga pendidikan juga sebaliknya bagi guru (swasta-non PNS) yang berpotensi hebat akan lari keluar dan mecari kreatifitas yang seimbang antara pengabdian dan kebutuhan.

Bima, 25 November 2017
Selamat Hari Guru..
Kami Bangga dengan Kepribadianmu..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Selamat Hari Guru"

Posting Komentar

Copyright 2009 LOVERS of WISDOM
Free WordPress Themes designed by EZwpthemes
Converted by Theme Craft
Powered by Blogger Templates