Berpegang kepada Maqam
Berpegang kepada Maqam
Jangan
meminta kepada Allah swt supaya dipindahkan dari satu hal kepada hal
yang lain, sebab jika Allah swt menghendaki kamu dipindahkan tanpa
merubah keadaan yang lama.
Hal adalah pengalaman hati tentang hakikat. Hal tidak boleh didapat
melalui amal dan juga ilmu. Tidak boleh dikatakan bahwa amalan menurut
tarikat tasawuf menjamin seorang murid memperoleh hal. Latihan secara
tarikat tasawuf hanya menyucikan hati agar hati itu menjadi bekas yang
sesuai untuk menerima kedatangan hal-hal (ahwal). Hal hanya diperoleh
karena anugreah Allah swt. Mungkin timbul pertanyaan mengapa ditekankan
soal amal seperti yang dinyatakan dalam Hikmah yang sebelumnya sedangkan
amal itu sendiri tidak menyampaikannya kepada Tuhan?
Perlu difahami bahwa seorang hamba tidak mungkin berjumpa dengan
Tuhan jika Tuhan tidak mau bertemu dengannya. Tetapi, jika Tuhan mau
menemui seorang hamba maka dia akan dipersiapkan agar layak berhadapan
dengan Tuhan pada pertemuan yang sangat suci dan mulia. Jika seorang
hamba didatangi kecenderungan untuk menyucikan dirinya, itu adalah tanda
bahwa dia diberi kesempatan untuk dipersiapkan agar layak berjumpa
dengan Tuhan. Hamba yang bijaksana adalah yang tidak melepaskan
kesempatan tersebut, tidak menunda-nunda kepada waktu yang lain. Dia
tahu bahwa dia menerima undangan dari Tuhan Yang Maha Mulia, lalu dia
menyerahkan dirinya untuk dipersiapkan sehingga kepada tahap dia layak
menghadap Tuhan sekalian alam. maqam di mana hamba dipersiapkan ini
dinamakan aslim atau menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Tuhan
yang tahu bagaimana mempersiapkan para hamba agar bersiap sedia dan
layak untuk berjumpa dengan Tuhan (memperoleh ma’rifat Allah swt).
Walaupun hal merupakan anugerah Allah swt semata-mata, tetapi hal hanya
mendatangi hati para hamba yang bersedia menerimanya.
Murid atau salik yang memperoleh hal akan meningkatkan ibadahnya
sehingga suasana yang dicetuskan oleh hal itu sehati dengannya dan
membentuk kepribadian yang sesuai dengan cetusan hal tersebut. Hal yang
menetap itu dinamakan maqam. Misalnya, Allah swt mengijinkan seorang
salik mendapat hal di mana dia merasakan bahwa dia senantiasa berhadapan
dengan Allah swt, Allah swt melihatnya zahir dan batin, mendengar
ucapan lidahnya dan bisikan hatinya. Salik memperteguhkan daya rasa
tersebut dengan cara memperkuatkan amal ibadah yang sedang dilakukannya
sewaktu hal tersebut datang kepadanya seperti shalat, pasa, atau zikir,
sehingga daya rasa tadi menjadi sehati dengannya. Dengan demikian dia
mencapai maqam ihsan.
Salah satu sifat manusia adalah tergesa-gesa, bukan saja dalam
perkara duniawi tetapi juga dalam perkara ukhrawi. Salik yang ruhaninya
belum mantap masih dibaluti sifat-sifat kemanusiaan. Apabila dia
mengalami satu hal, dia akan merasakan nikmatnya. Dia merasa rindu untuk
menikmati hal yang lain pula. Lalu dia memohon kepada Allah swt supaya
ditukarkan halnya. Sekiranya hal yang datang tidak diperteguhkan ia
tidak menjadi maqam. Bila hal berlalu, ia menjadi kenangan, tidak
menjadi kepribadian. Meminta perubahan kepada hal yang lain adalah tanda
kekeliruan dan dapat merusak perkembangan keruhanian.
Kekuatan yang paling utama adalah berserah diri kepada Allah swt,
ridha dengan segala ketentuan-Nya. Biarkan Allah Yang Maha Mengerti
menguruskan kehidupan kita. Sebaik-baik perbuatan adalah menjaga maqam
yang kita sedang berada di dalamnya. Jangan meminta maqam yang lebih
tinggi atau lebih rendah. Semakin dekat dengan Allah swt, semakin dekat
dengan bahaya yang besar, yaitu dicampakkan keluar dari majlis-Nya;
siapa yang tidak tahu menjaga kesopanan berjamlis dengan Tuhan Yang Maha
Mulia dan Maha Tinggi. Oleh karena itu, tunduklah kepada kemuliaan-Nya
dan berserahlah kepada kebijaksanaan-Nya, niscaya Dia akan mengurus
keselamatan dan kesejahteraan para hamba-Nya.
0 Response to "Berpegang kepada Maqam"
Posting Komentar