Hijab yang Menghalangi Perjalanan
Hijab yang Menghalangi Perjalanan
Bagaimana
hati akan dapat disinari ketika gambar-gambar alam maya melekat pada
cerminnya, bagaimana mungkin berjalan kepada Allah swt ketika masih
dibelenggu oleh syahwat, bagaimana akan masuk ke hadirat Allah swt
ketika masih belum suci dari kelalaian, atau bagaimana mengharap untuk
memahami rahasia-rahasia yang lembut ketika belum bertaubat dari dosa.
Hikmah 12 memberi penekanan tentang uzlah yaitu mengasingkan diri.
Hikmah 13 ini memperingatkan bahwa uzlah tubuh saja tidak memberi kesan
yang baik jika hati tidak ikut beruzlah. Walaupun tubuh beruzlah, hati
masih dapat diganggu oleh empat perkara:
- Gambaran, ingatan, tarikan dan keinginan terhadap benda-benda seperti harta, perempuan, pangkat dan lain-lain.
- Kehendak atau syahwat yang mengarahkan perhatian kepada apa yang dikehendaki.
- Kelalaian yang menutup ingatan terhadap Allah swt.
- Dosa yang tidak dibasuh dengan taubat masih dapat mengotorkan hati.
Tubuh manusia tersusun dari elemen tanah, air, api, dan angin. Ia
juga dimasuki unsur-unsur alam seperti tumbuhan, hewan, setan, dan
malaikat. Tiap-tiap elemen dan unsur itu menarik hati kepada
masing-masingnya. Tarik-menarik itu akan menimbulkan kekacauan di dalam
hati. Kekacauan itu pula menyebabkan hati menjadi keruh. Hati yang keruh
tidak dapat menerima nur yang melahirkan iman dan tauhid. Mengobat
kekacauan hati adalah penting untuk membukakan penerimaan maklumat dari
Alam Malakut. Hati yang kacau dapat distabilkan dengan cara menundukkan
semua elemen dan unsur tadi kepada syariat. Syariat menjadi tali yang
dapat mengikat musuh-musuh yang mencoba menawan hati. Penting sekali
bagi seorang murid yang menjalani jalan keruhanian menjadikan syariat
sebagai payung yang mengharmonikan perjalanan elemen-elemen dan
daya-daya yang menyerap ke dalam tubuh agar cermin hatinya bebas dari
gambar-gambar alam maya. Bila cermin hati sudah bebas dari gambar-gambar
dan tarikan tersebut, hati dapat menghadap ke hadirat Ilahi.
Selain tarikan benda-benda alam, hati dapat tunduk kepada syahwat.
Syahwat bukan saja rangsangan hawa nafsu yang rendah. Semuan bentuk
kehendak diri sendiri yang berlawanan dengan kehendak Allah swt adalah
syahwat. Kerja syahwat adalah mengajak manusia supaya lari dari hukum
dan peraturan Allah swt serta membangkang takdir Ilahi. Syahwat membuat
manusia tidak ridha dengan keputusan Allah swt. Seseorang yang mau
menghadap Allah swt perlu melepaskan dirinya dari belenggu syahwat dan
kehendak diri sendiri, lalu masuk ke dalam penyerahan diri kepada Allah
swt dan ridha dengan takdir-Nya.
Perkara ketiga yang dimunculkan oleh Hikmat 13 ini ialah kelalaian
yang diistilahkan sebagai junub batin. Orang yang berjunub adalah tidak
suci dan dilarang melakukan ibadah atau memasuki masjid. Orang yang
berjunub batin pun akan tercegah dari memasuki hadirat Ilahi. Orang yang
di dalam junub batin yaitu lalai hati, kedudukannya seperti orang yang
berjunub zahir, di mana alam ibadahnya tidak diterima. Allah swt
mengancam untuk mencampakkan orang yang bersembahyang dengan lalai
(dalam keadaan berjunub batin) ke dalam neraka wail. Begitu hebat sekali
ancaman Allah swt kepada orang yang menghadap-Nya dengan hati yang
lalai.
Mengapa begitu hebat sekali ancaman Allah swt kepada orang yang
lalai? Bayangkati hati itu berupa dan berbentuk seperti rupa dan bentuk
kita yang zahir. Hati yang khusyuk adalah ibarat orang yang menghadap
Allah swt dengan mukanya, duduk dengan tertib, berbicara dengan sopan
santun dan tidak berani mengangkat kepala di hadapan Maharaja Yang Maha
Agung. Hati yang lalai ibarat orang yang menghadap dengan punggungnya,
duduk tidak beradab, bertutur kata tidak tentu ujung pangkalnya dan
kelakuannya sangat tidak sopan. Perbuatan demikian adalah satu
penghinaan terhadap martabat ketuhanan Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi.
Jika raja di dunia murka dengan perbuatan yang demikian, maka Tuhan
lebih berhak melemparkan kemurkaan-Nya kepada hamba yang tidak beradab
itu dan layak jika si hamba yang demikian dicampakkan ke dalam neraka
wail. Hanya hamba yang khusyuk, yang tahu sopan santun di hadapan
Tuhannya dan mengagungkan Tuhannya yang layak masuk ke hadirat-Nya,
sementara hamba yang lalai, tidak tahu sopan santun tidak layak
mendekati-Nya.
Perkara yang keempat adalah dosa-dosa yang belum ditebus dengan
taubat. Ia menghalangi seseorang dari memahami rahasia-rahasia yang
lembut. Pintu kepada kemahakuasaan Allah swt yang tersembunyi adalah
taubat! Orang yang telah menyucikan hatinya hanya mampu berdiri di luar
pintu Rahasia Allah swt selagi dia belum bertaubat, sama seperti orang
yang mati syahid yang belum menjelaskan utangnya terpaksa menunggu di
luar surga. Jika dia mau masuk ke dalam kemahakuasaan Allah swt yang
tersembunyi yang mengandung rahasia yang lembut maka wajib bertaubat.
Taubat itu sendiri merupakan rahasia yang lembut. Orang yang tidak
memahami rahasia taubat tidak akan mengerti mengapa Rasulullah saw tidak
pernah melakukan dosa masih juga memohon ampunan, sedangkan sekalipun
Baginda saw melakukan dosa semuanya diampunkan Allah swt. Apakah
Rasulullah saw tidak yakin bahwa Allah swt mengampuni semua dosa-dosa
dan kesalahan-kesalahannya (jika ada)?
Maksud taubat ialah kembali, yaitu kembali kepada Allah swt. Orang
yang melakukan dosa tercampak jauh dari Allah swt. Walaupun orang ini
sudah berhenti melakukan dosa, malah sudah melakukan amal ibadah dengan
banyaknya namun tanpa taubat dia tetap berjauhan dengan Allah swt. Dia
masuk ke dalam golongan hamba yang melakukan amal salih tetapi yang
berjauhan bukan berdekatan dengan Allah swt. Taubat yang lebih lembut
ialah penghayatan terhadap kalimat “laa haula wa laa quwwata illa
billah; tiada daya dan upaya melainkan anugerah Allah swt” dan “inna
lillah wa inna ilaihi rajiuun; kami datang dari Allah swt dan kepada-Nya
kami kembali”.
Segala sesuatu datangnya dari Allah swt, baik kehendak maupun
perbuatan kita. Sumber yang mendatangkan segala sesuatu adalah Uluhiyah
(Tuhan) dan yang menerimanya adalah ubudiyah (hamba). Apa saja yang dari
Uluhiyah adalah sempurna dan apa saja yang datang dari ubudiyah adalah
tidak sempurna. Uluhiyah membekalkan kesempurnaan tetapi ubudiyah tidak
dapat melaksanakan kesempurnaan itu. jadi, ubudiyah berkewajiban
mengembalikan kesempurnaan itu kepada Uluhiyah dengan memohon ampunan
dan bertaubat sebagai penyesalan kesalahan. Segala urusan dikembalikan
kepada Allah swt. Semakin tinggi ma’rifat seorang hamba semakin kuat
ubudiyahnya dan semakin kerap dia memohon ampunan dari Allah swt,
mengembalikan setiap urusan kepada Allah swt, sumber datangnya segala
urusan.
Apabila hamba mengembalikan urusannya kepada Allah swt, maka Allah
swt sendiri yang akan mengajarkan ilmu-Nya yang lembut agar kehendak
hamba itu bersesuaian dengan Iradat Allah swt, kuasa hamba sesuai dengan
Kudrat Allah swt, hidup hamba sesuai dengan Hayat Allah swt dan
pengetahuan hamba sesuai dengan Ilmu Allah swt, dengan demikian jadilah
hamba mendengar karena Sama’ Allah swt, melihat karena Bashar Allah swt,
dan berkata-kata karena Kalam Allah swt. Apabila semuanya berkumpul
pada seorang hamba maka jadilah hamba itu Insan Sirullah (Rahasia Allah
swt).
0 Response to "Hijab yang Menghalangi Perjalanan"
Posting Komentar