Tinjauan Terhadap Sejumlah Pandangan Lain
Kalangan
yang berpendapat bahwa konsep universal adalah gagasan partikular yang
samar dan bahwa pengertian-pengertian umum merujuk pada bentuk-bentuk
samar (seolah-olah kepartikularan dan kekhasan telah tersapu bersih dari
mereka) tidak akan menemukan hakikat konsep-konsep universal. Cara
terbaik untuk menerangkan kekeliruan ini ialah dengan menarik perhatian
mereka pada konsep-konsep yang sama sekali tidak mempunyai contoh-contoh
nyata di alam luaran semisal “tiada” atau “mustahil”, atau
konsep-konsep yang tidak mempunyai contoh-contoh material dan indriawi
seperti Tuhan, malaikat, dan ruh, atau konsep-konsep yang sekaligus
mempunyai contoh-contoh material maupun nonmaterial, seperti sebab dan
akibat. Konsep-konsep tersebut tidak bisa dibilang sebagai bentuk-bentuk
partikular yang rambang. Demikian pula halnya dengan konsep-konsep
menyangkut hal-hal yang berlawanan seperti warna yang dapat berlaku
untuk putih dan hitam. Tentu saja warna putih tidak bisa dikatakan telah
sedemikian rambangnya hingga mengambil bentuk warna secara mutlak atau
warna hitam telah sedemikian pudar dan pucatnya hingga dapat diterapkan
pada warna putih (dan warna-warna lainnya).[1]
Seperti halnya pandangan di atas, kalangan Platonis juga menghadapi
kesulitan-kesulitan serupa, mengingat sebagian besar konsep
universal—seperti konsep “tiada” dan “mustahil”—tidak memiliki
arketipe-arketipe kawruhan (intelligible archetypes). Oleh karena
itu, pencerapan konsep-konsep universal jelas bukan merupakan
pengamatan terhadap kebenaran-kebenaran intelektual dan nonmaterial.
Dengan demikian, yang paling tepat ialah pendapat sebagian besar filosof
Muslim dan kalangan rasionalis, yakni bahwa manusia berdaya kognitif
khusus (special cognitive faculty)—yang disebut sebagai akal (intellect)—untuk menadah dan memahami (intellection) konsep-konsep mental universal, entah konsep-konsep itu memiliki contoh-contoh indriawi ataupun tidak.
Tabel 1. Pembagian Jenis Pengetahuan Representasional
Konsepsi (tashawwur)
|
Afirmasi (tashdiq)
|
|
Deskripsi
|
Makna literal: Pembentukan citra (mental);
Makna dalam logika: Penampakan mental yang sederhana, dengan sifat menyingkap sesuatu melampaui dirinya sendiri
|
Makna literal: Penetapan sesuatu sebagai hal yang benar;
Makna dalam logika/filsafat: proposisi logis yang
mencakup subjek, predikat, dan penetapan kesatuan dari keduanya, atau
penetapan kesatuan itu sendiri
|
Contoh-contoh
|
Imajinasi mental “Gunung Papandayan”.
Konsep “gunung” (sederhana), “gunung es” (majemuk)
|
Manusia adalah binatang rasional.
Bagian itu kurang dari keseluruhan.
|
Tabel 2. Pembagian Jenis Gagasan
Konsepsi (tashawwur)
|
Afirmasi (tashdiq)
|
|
Deskripsi
|
Citra/bentuk mental yang hanya mewakili/ menunjuk pada satu maujud/objek
|
Konsep yang dapat mewakili tak terbilang benda-benda atau orang-orang
|
Tipe-tipe
|
Gagasan Sensorik:
Fenomena sederhana di jiwa sebagai efek dari organ sensorik dan hubungan langsung dengan realitas material.
Contoh: Citra pemandangan alam ketika memandang dari kejauhan.
Gagasan imajiner:
Fenomena sederhana di jiwa sebagai efek dari organ
sensorik dan hubungan dengan realitas material, namun keberadaan citra
ini tetap bertahan meskipun hubungan dengan realitas eksternal telah
putus.
Contoh: Fantasi
|
Konsep Kemahiyahan.
Konsep Filosofis.
Konsep Logis.
|
(Sumber: M. Taqi Mishbah Yazdi. (2003). Buku Daras Filsafat Islam. Bandung: Mizan).
[1]
Intinya barangkali adalah bahwa gagasan-gagasan partikular yang
samar-samar seharusnya bisa menghimpun berbagai hal yang samar-samar
mirip, persis seperti gagasan abu-abu yang cukup samar untuk bisa
mencakup beragam corak warna. Akan tetapi, konsep-konsep yang berlawanan
tidak begitu, lantara hitam dan putih bukanlah corak dari suatu warna
yang serupa dengan corak-corak warna dalam abu-abu. Hitam dan putih
adalah berlawan-lawanan, dan tidak serupa dalam batas-batas yang
samar—penerj. Inggris.
0 Response to "Tinjauan Terhadap Sejumlah Pandangan Lain"
Posting Komentar