Filsafat
Arti Filsafat
Setiap
orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal
tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang
sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau
kejelekan dan sebagainya. Tentu saja ide-ide tersebut kita peroleh
dengan bermacam-macam cara dan mungkin pula ide-ide tersebut adalah
dalam keadaan kabur dan tidak jelas. Pada tahun-tahun pertama dari
kehidupan kita, kita terus menerus memperoleh pandangan dan sikap dari
kehluarga kita, teman-teman atau bermacam-macam perorangan dan golongan.
Sikap-sikap tersebut, dapat juga dipengaruhi oleh pertunjukan film,
televisi, musik atau buku-buku. Sikap tersebut mungkin juga merupakan
hasil pemikiran kita, tetapi mungkin juga hasil dari dasar yang
konvensional atau emosional. Gambaran filsafat yang luas, umum dan faham
orang awam (common sense) tidak cukup untuk maksud-maksud
kita. Karena tidak melukiskan pekerjaan dan tugas dari ahli filsafat.
Kita perlu memberikan definisi filsafat secara lebih spesifik, sebab
pandangan yang luas adalah kabur, berbaur, dan dangkal.
Kata filosofi (philosophy) diambil dari perkataan Yunani: philos (suka, cinta) dan sophia
(kebijaksanaan). Jadi kata itu berarti: cinta kepada kebijaksanaan.
Suatu definisi filsafat dapat diberikan dari berbagai pandangan. Akan
kami sajikan lima definisi, walaupun tentunya ada ahli filsafat yang
menolak satu atau dua dari lima tersebut. Tiap pendekatan harus kita
ingat agar kita memperoleh kejelasan dari beberapa arti filsafat dan apa
yang mungkin mereka katakan tentang watak dan fungsi-fungsi filsafat.
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis.
Definisi tersebut merupakan arti yang informal tentang filsafat atau
kata-kata “mempunyai filsafat”. Biasanya kalau seseorang berkata:
“Filsafat saya adalah …”, ia menunjukkan sikapnya yang informal terhadap
apa yang dibicarakan.
Jika seseorang mengalami suatu krisis atau pengalaman luar biasa,
kita sering bertanya-tanya: “Bagaimana pengaruh hal tersebut kepadanya?
Bagaimana ia menghadapinya?” Kadang-kadang jawabannya adalah: “Ia
menerima hal itu secara falsafiah”. Ini berarti bahwa ia melihat kepada
problema tersebut dalam perspektif yang luas, atau sebagai suatu bagian
dari susunan yang lebih besar; oleh karena itu ia menghadapi situasi itu
secara tenang dan dengan berfikir, dengan keseimbangan dan rasa
tentram.
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita jungjung tinggi.
Ini adalah arti yang formal dari “berfilsafat”. Dua arti filsafat,
“memiliki dan melakukan”, tidak dapat dipisahkan sepenuhnya satu dari
lainnya; oleh karena jika tidak memiliki suatu filsafat dalam arti yang
formal dan personal, kita tidak akan dapat melakukan filsafat dalam arti
kritik dan refleksif (reflective sense).
Meskipun begitu, memiliki filsafat tidak cukup untuk melakukan
filsafat. Suatu sikap falsafi yang benar adala sikap yang kritis dan
mencari. Sikap itu sikap terbuka dan toleran, dan mau untuk melihat
segala sudut persoalan tanpa prasangka. Berfilsafat tidak hanya berarti
“membaca dan mengetahui filsafat”. Seseorang memerlukan kebolehan
berargumentasi, memakai teknik analisa serta mengetahui sejumlah bahan
pengetahuan, sehingga ia dapat memikirkan dan merasakan secara falsafi.
Ahli filsafat selalu bersifat berpikir dan kritis. Mereka melakukan pemeriksaan kedua (a second look) terhadap bahan-bahan yang disajikan oleh faham orang awam (common sense).
Mereka mencoba untuk memikirkan bermacam-macam problema kehidupan dan
menghadapi fakta-fakta yang ada hubungannya dengan itu. Memiliki
pengetahuan banyak tidak dengan sendirinya akan mendorong kita untuk
memahami, karena pengetahuan banyak belum tentu mengajar akal untuk
mengadakan evaluasi kritik terhadap fakta-fakta yang memerlukan
pertimbangan (judgment) yang bersifat konsisten dan koheren.
Evaluasi-evaluasi kritik sering berbeda. ahli filsafat, teologi, sains, dan lain-lainnya mungkin berbeda; pertama,
oleh karena mereka melihat benda dari segi yang berbeda. Pengalaman
pribadi, latar belakang kebudayaan dan pendidikan mungkin berbeda jauh.
Hal ini benar terjadi bagi orang-orang yang hidup pada waktu-waktu dan
tempat yang berlainan. Kedua, adalah karena mereka itu hidup
dalam dunia yang berubah. Manusia berubah, masyarakat berubah dan alam
juga berubah. Sebagian manusia ada yang mau mendengarkan (responsive) dan peka (sensitive) terhadap perubahan, sebagian lainnya berpegang kepada tradisi dan status quo*, kepada sistem yang dibentuk pada masa silam dan karena itu dianggap berorientasi dan final. Ketiga,
adalah karena mereka itu menangani bidang pengalaman kemanusiaan di
mana bukti tidak cukup sempurna. Hal-hal yang kita hadapi dapat
ditafsirkan secara bermacam-macam oleh bermacam-macam orang. Akan tetapi
walaupun terjadi perbedaan pendapat, ahli filsafat tetap memeriksa,
menyelidiki dan mengevaluasi bahan-bahan dengan harapan dapat menyajikan
prinsip-prinsip yang konsisten yang dapat dipakai oleh seseorang dalam
kehidupannya.
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
Filsafat berusaha untuk mengombinasikan hasil bermacam-macam sains dan
pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang
alam. seorang ahli filsafat ingin melihat kehidupan tidak dengan
pandangan seorang saintis, seorang pengusaha atau seorang seniman, akan
tetapi dengan pandangan yang menyeluruh dari seorang yang memahami hidup
sebagai keseluruhan. Dalam membicarakan “filsafat spekulatif” (speculative philosophy) yang dibedakan dari “filsafat kritik” (critical philosophy).
C. D. Broad berkata, “Maksud dari filsafat spekulatif adalah untuk
mengambil alih hasil-hasil sains yang bermacam-macam, dan menambahnya
dengan hasil pengalaman keagamaan dan budi pekerti. Dengan cara ini,
diharapkan bahwa kita akan dapat sampai kepada suatu kesimpulan tentang
watak alam ini serta kedudukan dan prospek kita di dalamnya.”[1]
Memang terdapat kesulitan-kesulitan dan bahaya-bahaya dalam
menetapkan pandangan tentang alam, akan tetapi juga terdapat bahaya
dalam membatasi pandangan kita kepada fragmen (bagian-bagian pengalaman
kemanusiaan). Tugas dari filsafat adalah untuk memberikan pandangan dari
keseluruhan, kehidupan dan pandangan tentang alam, dan untuk
mengintegrasikan pengetahuan sains dengan pengetahuan disiplin-disiplin
lain agar mendapatkan suatu keseluruhan yang konsisten. Menurut
pandangan ini, filsafat berusaha untuk membawa hasil penyelidikan
manusia—keagamaan, sejarah, dan keilmuan—kepada suatu pandangan yang
terpadu sehingga dapat memberi pengetahuan dan pandangan dalam bagi
kehidupan manusia.
4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
Memang ini merupakan suatu fungsi filsafat. Hampir semua ahli filsafat
telah memakai metoda analisa serta berusaha untuk menjelaskan arti
istilah-istilah dan pemakaian bahasa. Tetapi ada sekelompok ahli
filsafat yang menganggap hal tersebut sebagai tugas pokok dari filsafat
bahkan ada golongan kecil yang menganggap hal tersebut sebagai
satu-satunya fungsi yang sah dari filsafat. Orang-orang tersebut
menganggap filsafat sebagai suatu bidang khusus yang mengabdi kepada
sains dan membantu menjelaskan bahasa, dan bukannya suatu bidang yang
luas yang memikirkan segala pengalaman kehidupan. Pandangan seperti ini
adalah baru dan telah memperoleh dukungan yang besar dalam abad ke-20.
Pandangan tersebut akan membatasi apa yang kita namakan pengetahuan (knowledge) kepada pernyataan (statement)
tentang fakta-fakta yang dapat dilihat serta hubungan-hubungan antara
keduanya, yakni urusan sains yang beraneka warna. Memang ahli-ahli
analisis bahasa (linguistic analysis) tidak membatasi
pengetahuan sesempit itu. Memang betul mereka itu menolak dan berusaha
untuk membersihkan bermacam-macam pernyataan tentang yang non ilmiah (non scientific),
akan tetapi banyak di antara mereka yang berpendapat bahwa kita dapat
memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip etika dan sebagainya,
walaupun pengetahuan tersebut dihasilkan oleh pengalaman. Mereka yang
memilih pandangan yang lebih sempit, mengabaikan, walaupun tidak
mengingkari, semua pandangan yang menyeluruh tentang dunia dan
kehidupan, tentang filsafat moral yang tradisional dan teologi. Dari
segi pandangan yang lebih sempit ini tujuan filsafat adalah untuk
menonjolkan kebauran dan omong kosong serta untuk menjelaskan arti dan
pemakaian istilah-istilah dalam sains dan urusan sehari-hari.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung
yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh
ahli-ahli filsafat. Filsafat mendorong penyelidikannya sampai
kepada soal-soal yang paling mendalam dari eksistensi manusia. Sebagian
dari soal-soal filsafat pada zaman dahulu telah terjawab dengan jawaban
yang memuaskan kebanyakan ahli filsafat. Sebagai contoh, adanya ide
bawaan telah diingkari orang semenjak zamannya John Locke pada abad
ke-17. Walaupun begitu, banyak soal yang sudah terjawab hanya untuk
sementara. Dan ada juga problema-problema yang belum terjawab.
Apakah soal-soal kefilsafatan itu? Soal: Apakah Ali telah membuat
suatu pernyataan yang palsu dalam formulir pajak pendapatan?, adalah
hanya suatu soal tentang fakta. Akan tetapi soal: Apakah kebenaran itu?,
atau: Apakah bedanya antara yang benar dan yang salah?, merupakan soal
kefilsafatan yang penting.
Banyak orang yang termenung pada suatu waktu, kadang-kadang karena
ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin
tahu dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah
kehidupan itu, dan mengapa aku berada di sini? Mengapa ada sesuatu?
Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini? Apakah alam ini
bersahabat atau bermusuhan? Apakah yang terjadi itu telah terjadi secara
kebetulan atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada
maksud atau fikiran di dalam benda? Apakah kehidupan dikontrol oleh
kekuatan-kekuatan dari luar, ataukah aku memiliki daya kontrol
seluruhnya atau sebagiannya? Mengapa manusia berjuang dan berusaha untuk
mendapatkan hak, keadilan, perbaikan di kemudian hari? Apakah arti
konsep hak dan keadilan, dan apakah ciri-ciri masyarakat yang baik?
Sering manusia baik laki-laki atau perempuan, diminta untuk
mengorbankan nyawanya, jika perlu untuk sesuatu nilai atau ideal. Apakah
nilai yang sesungguhnya dari kehidupan itu dan bagaimana ia dapat
dicapai? Apakah ada perbedaan yang sungguh-sungguh fundamental antara
benar dan salah, atau apakah itu hanya sekadar merupakan pendapat
perorangan?
Apakah keindahan itu? Apakah agama masih tetap berperan dalam
kehidupan seseorang? Apakah beriman kepada Tuhan itu benar menurut akal?
Apakah ada kemungkinan hidup sesudah mati? Apakah ada jalan untuk
mendapatkan jawaban terhadap soal-soal ini dan yang serupa dengannya?
Dari manakah datangnya pengetahuan dan dapatkah kita memperoleh jaminan
bahwa sesuatu hal itu benar?
Semua soal tadi adalah falsafi. Usaha untuk mendapatkan jawaban atau
pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran
seperti idealisme, realisme, pragmatisme, filsafat analitik, eksistensialisme dan fenomenologi.
Filsafat juga berarti bermacam-macam teori dan sistem pemikiran yang
dikembangkan oleh filosof-filosof besar seperti Socrates, Plato,
Aristoteles, Augustine, Aquinas, Descartes, Spinoza, Locke, Berkeley,
Kant, Nietzsche, Royce, James, Dewey, Whitehead dan lain-lain. Tanpa
orang-orang tersebut di atas serta buah pikiran mereka, filsafat tidak
akan mempunyai isi yang kaya seperti sekarang. Walaupun mungkin kita
tidak menyadarinya, sesungguhnya kita selalu terpengaruh dengan ide-ide
yang datang kepada kita dalam tradisi masyarakat.
(Sumber: Harold H. Titus. (1984). Persoalan-persoalan Filsafat).
0 Response to "Filsafat"
Posting Komentar