AYAT PERTAMA
AYAT PERTAMA QS. AL-ANFÂL [8]: 60
وَأَعِدُّواْ
لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ
تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ
لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فِي
سَبِيلِ اللّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تُظْلَمُونَ
Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan
itu) kamu menggentarkan musuh Allah, dan musuh kamu, serta orang-orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.
Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas
dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)
Ayat pertama
yang diputarbalikkan oleh film Fitna adalah QS. al-Anfâl [8]: 60, yang
dijadikan bukti bahwa ajaran Islam memerintahkan kaum Muslim melakukan
teror. Ayat tersebut dibacakan dalam film itu sampai dengan wa ‘adûwwakum/dan musuh kamu, dengan terjemahannya yang menyatakan: “Prepare
for them whatever force and cavalry ye are able of gathering to strike
terror into the hearts of the enemies of Allah and your enemies.”
Itu disusul
dengan penayangan rekaman serangan pesawat yang menghancurkan menara
kembar World Trade Center New York, 11 September 2001, serta rekaman
korban pengeboman di Madrid dan London, guna dijadikan bukti bahwa
al-Qur’an memang memerintahkan untuk melakukan teror.
Pertama yang perlu digarisbawahi adalah penerjemahan kata “turhibûn” dengan “teror”. Pada hakikatnya kata “turhibûn” terambil dari kata (i i) rahiba yang berarti takut/gentar.
Ini bukan berarti melakukan teror. Memang dalam perkembangan bahasa
Arab dewasa ini teror dan teroris ditunjuk juga dengan kata yang seakar
dengan kata tersebut, yakni “irhâb/ terorisme atau teroris”. Tetapi
perlu dicatat bahwa pengertian semantiknya serta penggunaan al-Qur’an
bukan seperti yang dimaksud oleh kata itu dewasa ini. Perlu juga
digarisbawahi bahwa yang digentarkan bukan masyarakat umum, bukan juga
orang-orang yang tidak bersalah, bahkan bukan semua yang bersalah,
tetapi yang digentarkan adalah musuh agama Allah dan musuh masyarakat.
Ayat di atas
tidak dapat dipahami secara benar jika dipisahkan dari uraian ayat-ayat
sebelumnya yang dimulai dari ayat 55 hingga ayat 59. Di sana Allah
berfirman:
“Sesungguhnya seburuk-buruk binatang di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman” [55], (yaitu) “Orangorang
yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, kemudian mereka
mengkhianati perjanjian mereka setiap kali, dan mereka tidak bertakwa” [56]. “Maka
setiap kali engkau menemui mereka dalam peperangan, maka cerai
beraikanlah siapa yang di belakang mereka, supaya mereka mengambil
pelajaran” [57]. “Dan jika engkau benar-benar khawatir pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah
(sampaikan pembatalan perjanjian itu) kepada mereka dengan seimbang.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat” [58]. “Dan janganlah orang-orang yang kafir mengira, dapat lolos. Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah)” [59].
Setelah ayat-ayat di atas, barulah datang ayat 60 yang diputarbalikkan itu.
Seperti
terbaca di atas, ayat 55 berbicara tentang seburuk-buruk binatang, yakni
manusia-manusia kafir yang tidak beriman yang dijelaskan oleh ayat 56
bahwa yang dimaksud adalah mereka yang setiap kali mengikat perjanjian,
setiap kali itu juga mereka mengingkarinya. Mereka itulah yang oleh ayat
57 dinyatakan bahwa bila mereka ditemui dalam peperangan—sekali lagi dalam peperangan—agar diceraiberaikan
bersama siapa yang di belakang mereka supaya mereka mengambil
pelajaran. Anda perhatikan mereka tidak dibunuh, tetapi diceraiberaikan
dan tujuannya adalah agar mereka mengambil pelajaran.
Selanjutnya ayat 58 mengingatkan agar tidak menyerang pihak yang berkhianat dalam
perjannjiannya kecuali setelah membatalkan perjanjian itu dan
menyampaikan pembatalannya kepada mereka dengan penyampaian yang tegas.
Menyerang tanpa menyampaikan pembatalan perjanjian adalah salah satu
bentuk pengkhianatan yang terlarang, walau terhadap musuh sekalipun.
Ayat 59 masih berbicara tentang mereka dan yang serupa dengan mereka. Di
sana mereka diperingatkan agar tidak mengira bahwa mereka dapat lolos
dari kepungan dan siksa Allah swt. Nah, setelah uraian di atas, datanglah ayat 60 yang diputarbalikkan maknanya itu oleh film Fitna itu.
Dari segi
hubungan ayat 60 dengan ayat sebelumnya dapat dikatakan bahwa ia
bertujuan menampik kesan yang dapat muncul akibat pernyataan ayat 59
yang menegaskan bahwa musuh-musuh Allah itu tidak akan dapat lolos dari
siksa. Nah, karena ketika itu boleh jadi timbul kesan bahwa kaum Muslim
boleh berpangku tangan menghadapi musuh, maka ayat 60 menghapus kesan
tersebut melalui penegasan-Nya yang menyatakan bahwa: Dan di
samping memorak-morandakan yang telah berkhianat serta membatalkan
perjanjian yang dijalin dengan siapa yang dikhawatirkan akan berkhianat,
kamu juga— wahai kaum Muslim—harus memerhatikan hukum sebab dan akibat,
karena itu siapkanlah untuk menghadapi mereka yakni musuhmusuh kamu apa yang kamu mampu menyiapkannya dari kekuatan apa saja dan dari kuda-kuda yang ditambat (pasukan kavaleri) untuk persiapan menghadapi peperangan.
Lebih jauh ayat 60 tersebut menjawab lagi pertanyaan yang dapat muncul, seperti
“Mengapa
kami harus mempersiapkan kekuatan padahal Engkau Ya Allah yang
menganugerahkan kemenangan?” Pertanyaan itu dijawab bahwa tujuan
persiapan adalah agar kamu menggentarkan musuh Allah, musuh kamu dan menggentarkan pula dengan persiapan itu, atau dengan gentarnya musuhmusuh Allah dan musuh kamu itu orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahui siapa mereka baik karena mereka munafik maupun suku dan bangsa yang bermaksud menindas kamu. Allah mengetahui mereka kapan dan di mana pun mereka berada.
Selanjutnya,
karena persiapan untuk membela kebenaran dan nilai Ilahi memerlukan
biaya, maka ayat ini memerintahkan untuk menafkahkan harta sambil
mengingatkan bahwa apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah walau sekecil apa pun niscaya akan dibalas dengan cukup kepada kamu dan kamu tidak akan dianiaya yakni dirugikan walau sedikit pun, bahkan Allah akan menambah sesuai kemurahan Allah dan niat serta upaya masing-masing.
Itulah pesan ayat 60, tetapi oleh “Fitna” ayat tersebut diartikan sebagai perintah melakukan teror.
Firman-Nya: “untuk menggentarkan musuh-musuh”
menunjukkan bahwa kekuatan yang dipersiapkan itu bukan untuk menindas
atau menjajah, tetapi untuk menghalangi pihak lain yang bermaksud
melakukan agresi. Tujuan dari persiapan kekuatan sama dengan apa yang
dinamai oleh pakar-pakar militer dewasa ini dengan deterrent effect.
Ini karena yang bermaksud jahat, bila menyadari kekuatan yang akan
dihadapinya, ia akan berpikir seribu kali sebelum melangkah.
Perlu ditambahkan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa al-Qur’an menggunakan kata “Qûwwah/kekuatan” dalam
berbagai bentuknya adalah dalam arti kekuatan untuk menghadapi
pembangkang, tetapi bukan untuk menganiaya, tidak juga untuk
memusnahkan, bahkan tidak menggunakannya tetapi sekadar “memamerkan”
untuk menggentarkan musuh. Karena itu, penggunaan kekuatan sedapat
mungkin dihindari, dan kalau pun digunakan, ia digunakan untuk
menghadapi musuh Allah, musuh masyarakat. Musuh
adalah yang berusaha untuk menimpakan mudharrat kepada yang dia musuhi.
Adapun yang tidak berusaha untuk itu, maka ia tidak perlu digentarkan.
Selanjutnya perlu dicatat bahwa penggunaan senjata untuk membela diri,
wilayah, agama, dan negara sama sekali tidak dapat dipersamakan dengan
teror. Demikian, wa Allâh a‘lam.[]
0 Response to "AYAT PERTAMA"
Posting Komentar