Teori Emanasi (Filsafat Islam)
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Akal merupakan
salah satu anugerah Allah SWT yang paling istimewa bagi manusia. Sudah sifat
bagi akal manusia yang selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu termasuk
dirinya sendiri. Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan dibawa sejak lahir
karena manusia ketika dilahirkan belum mengetahui apa-apa.[1]
Dengan demikian
akal menjadi bagian yang sangat penting dalam diri manusia, bahkan tanpa akal
manusia tidak ubahnya seperti binatang. Dalam filsafat, penggunaan akal menjadi
ciri khas yang menunjukkan aktivitas pemikiran yang dilakukan. Di dunia ini,
banyak sekali filosof-filosof yang menuangkan pemikirannya kedalam bentuk
tulisan maupun ucapan dari hasil pengalamannya maupun aktivitas berpikir
mendalam yang dilakukannya.
Tidak hanya
barat, Islam pun memiliki para filosof handal yang memiliki kualitas berpikir
yang luar biasa. Namun, seorang muslim yang memperdalam filsafat tidak boleh
terlepas dari aturan syari`at yaitu ketentuan Al-Qur`an dan Al-Hadits. Hal ini
dimaksudkan agar apa yang nanti akan dituangkan dari hasil filsafatnya tersebut
tidak menyesatkan umat Islam lainnya, karena tentunya para filosof tersebut
mendapat perhatian yang lebih bahkan hasil pemikiran mereka dipelajari oleh
umat selanjutnya.
Salah satu kajian filsafat yang
terkenal adalah tentang teori emanasi, yang mengatakan bahwa penciptaan alam
ini merupakan pancaran dari Yang Satu. Banyak filosof yang memberikan
pandangannya mengenai filsafat ini, mengingat jika diperhatikan sekilas teori
emanasi sangatlah membingungkan bahkan bagi yang mendalami tetapi belum begitu
dalam tetap akan terasa bingung, karena memang begitulah filsafat. Oleh
karenanya, sangat perlu sekiranya dalam perkuliahan Filsafat Islam juga dibahas
mengenai teori emanasi ini. Agar cakrawala berpikir dan pengetahuan kita
menjadi luas.
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diambil rumusan
masalahnya sebagai berikut.
a.
Apa yang
dimaksud dengan teori emanasi?
b.
Bagaimana
teori emanasi menurut Plotinus?
c.
Bagaimana
teori emanasi menurut para filosof muslim?
3.
Tujuan
Adapun tujuannya, yaitu:
a.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan teori emanasi,
b.
Untuk
mengetahui tentang teori emanasi menurut Plotinus, dan
c.
Untuk
memperoleh data teori emanasi menurut para filosof muslim.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Teori Emanasi
Dalam penciptaan alam semesta
banyak para ahli berbeda pandangan, perbedaan pandangan itu terletak pada dua
persoalan yakni apakah alam ini ada
karena memang sudah ada? ataukah ada karena
ada yang menciptakan?. Apabila ada yang menciptakan bagaimanakah proses penciptaannya itu?, tentu ini menjadi hal yang
menarik dikalangan para pemikir filsafat, sebab hal ini menjadi satu soal yang
harus dikaji kebenarannya.
Banyak para filosof barat yang
memberikan pandangannya mengenai penciptaan alam semesta ini, hingga muncul-lah
beberapa teori salah satunya yang paling menarik dan terkenal dalam dunia
filsafat adalah teori emanasi. Teori ini, menarik banyak perhatian para filosof
muslim, karena konsep sederhananya tidaklah menyimpang dari ajaran Islam
meskipun argumennya sangat sulit dipahami bagi manusia awam.
Kata emanasi, dalam bahasa Inggris
disebut emanation yang berarti proses
munculnya sesuatu dari pemancaran, bahwa yang dipancarkan substansinya sama
dengan yang memancarkan. Sedangkan dalam filsafat, emanasi adalah proses
terjadinya wujud yang beraneka ragam, baik langsung atau tidak langsung,
bersifat jiwa atau materi, berasal dari wujud yang menjadi sumber dari segala
sesuatu yakni Tuhan, yang menjadi sebab dari segala yang ada, karenanya setiap
wujud ini merupakan bagian dari Tuhan.[2]
Jadi, dalam teori ini, ditegaskan
bahwa Allah sebagai Tuhan memberikan pancaran, sehingga terwujudlah alam ini
sebagai hasil dari pancaran tersebut. Dan itu terjadi dengan beberapa proses.
B.
Teori
Emanasi Menurut Plotinus
Plotinus dilahirkan pada tahun 204
M di Mesir, di daerah Licopolis. Pada tahun 232 M ia pergi ke Alexandria untuk
belajar filsafat, kepada seorang guru bernama Animonius Saccas selama 11 tahun.
Pada tahun 243 M ia mengikuti Raja Gordianus III berperang melawan Persia. Ia
ingin menggunakan kesempatan itu untuk mempelajari kebudayaan Parsi dan India.
Akan tetapi, sebelum sempat mempelajarinya, Raja Gordianus terbunuh pada tahun
244 M. Plotinus dengan susah payah dapat melarikan ke Antioch. Kemudian, pada
tahun 270 M Plotinus meninggal di Minturnae, Campania, Italia.[3]
Plotinus merupakan salah satu
filosof barat yang filsafat memiliki pengaruh kepada para filosof muslim.
Diantara filsafatnya, satu diantaranya adalah tentang penciptaan. Plotinus
berpendapat bahwa Yang Esa adalah Yang Paling Awal, sebab pertama. Dari sinilah
mulai teori penciptaan yang terkenal yaitu teori emanasi, suatu teori
penciptaan yang belum pernah diajukan oleh para filosof lain. Tujuan utama
teori ini adalah untuk menjelaskan bahwa yang banyak (makhluk) ini tidak
menimbulkan pengertian bahwa didalam Yang Esa ada pengertian yang banyak.
Maksudnya, teori emanasi tidak menimbulkan pengertian bahwa Tuhan itu sebanyak
makhluk.
Menurut Plotinus, alam semesta ini
diciptakan melalui proses emanasi. Emanasi itu berlangsung tidak didalam waktu.
Emanasi itu laksana cahaya yang beremanasi dari matahari. Dengan beremanasi itu
The One tidak mengalami perubahan.
Untuk memahami emanasi itu ada baiknya diikuti uraian Hatta sebagai berikut “Yang
Esa itu adalah semuanya, tetapi tidak mengandung didalamnya satupun dari barang
yang banyak (makhluk) dasar yang banyak tidak mungkin yang banyak itu sendiri,
dasar yang banyak adalah Yang Esa.
Didalam Yang Esa itu yang banyak
itu belum ada, sebab didalam-Nya yang banyak itu tidak ada, tetapi yang banyak
itu datang dari Dia. Karena Yang Esa itu sempurna, tidak memerlukan apa-apa,
tidak memiliki apa-apa, maka beremanasilah dari Dia yang banyak itu. Dalam
filsafat klasik Yang Asal itu dikatakan sebagai Yang Bekerja atau sebagai
Penggerak Pertama. Disitu selalu dikemukakan dua hal yang bertentangan, seperti
yang bekerja dan yang dikerjakan, idea dan benda, pencipta dan ciptaan.
Penggerak Pertama itu berada
didalam alam nyata, sifatnya transedens.
Pada Plotinus terdapat pandangan yang lain, paham ini berasal dari filsafat
Timur. Padanya tidak ada yang bertentangan. Padanya alam ini terjadi dari Yang
Melimpah, yang mengalir itu tetap menjadi bagian dari Yang Melimpah itu. Bukan
Tuhan berada didalam alam, melainkan alam berada didalam Tuhan. Hubungannya
sama dengan hubungan benda dengan bayangannya. Makin jauh yang mengalir itu
dari Yang Asal, makin tidak sempurna ia. Alam ini bayangan Yang Asal, tetapi
tidak sempurna, tidak lengkap, tidak cukup, tidak sama dengan Yang Asal.
Kesempurnaan bayangan itu bertingkat menurut jaraknya dari yang Asal. Sama
dengan cahaya, semakin jauh dari sumber cahaya, semakin kurang terangnya,
akhirnya ujung cahaya akan lenyap dalam kegelapan.[4]
Perlu dicatat bahwa emanasi itu terjadi tidak
didalam ruang dan waktu. Ruang dan waktu terletak pada tingkat yang paling
bawah dalam proses emanasi. Ruang dan waktu adalah suatu pengertian tentang
dunia benda. Untuk menjaadikan alam, Soul
mula-mula menghamparkan sebagian dari kekelannya, lalu membungkusnya dengan
waktu. Selanjutnya energinya bekerja terus, menyempurnakan alam semesta itu.
Waktu berisi kehidupan yang bermacam-macam, waktu bergerak terus sehingga
menghasilkan waktu lalu, sekarang dan yang akan datang.
C.
Teori
Emanasi Menurut Para Filosof Muslim
Sebagaimana yang diketahui diawal
pembelajaran Filsafat Islam, bahwa pemikiran para filosof Islam sangat
dipengaruhi oleh pemikiran para filosof barat (para filosof Yunani). Diantara
para filosof Islam yang terkenal dalam pemikirannya mengenai teori emanasi,
yaitu:
1. Al-Farabi
Al-Farabi mempunyai nama lain yaitu
Abu Nashr Ibnu Audagh Ibn Thorhan Al-Farabi. Sebenarnya nama Al-Farabi diambil
dari nama kota Farab, tempat beliau dilahirkan yakni di desa Wasij di kota
Farab pada tahun 257 H (870 M). kadang-kadang ia mendapat sebutan orang Turki,
sebab ayahnya adalah orang Iran yang menikahi wanita Turki. Banyak karya yang
telah beliau hasilkan dari proses mencari dan menggali pengetahuannya melalui
filsafat.[5]
Mengenai penciptaan alam, Al-Farabi
setuju dengan teori emanasi yang menetapkan bahwa alam ini baru, yang merupakan
hasil pancaran. Al-Farabi menyebut teori emanasi sebagai Nadhariyatul Faidl,[6]
Sebenarnya, Al-Farabi menemui
kesulitan bagaimana terjadinya yang banyak (alam) yang bersifat materi dari
Yang Esa (Allah) jauh dari arti materi dan Maha Sempurna. Dalam filsafat
Yunani, Tuhan bukanlah pencipta alam, melainkan penggerak pertama (Prime Cause), seperti yang dikemukakan
Aristoteles. Sementara dalam Islam, Allah adalah Pencipta, yang menciptakan
dari tidak ada menjadi ada (Creito ex
Nihilo). Untuk meng-Islamkan doktrin ini, Al-Farabi mencari bantuan pada
doktrin Neoplatonis monistik tentang emanasi. Dengan demikian, Tuhan Penggerak
Aristoteles bergeser menjadi Allah Pencipta, yang menciptakan sesuatu dari
bahan yang sudah ada secara pancaran. Dengan maksud, Allah menciptakan alam
semenjak azali, materi alam berasal dari energy yang qadim, sedangkan susunan
materi yang menjadi alam adalah baharu. Oleh karenanya, menurut Filosof Muslim,
kun Allah yang termaktub dalam
Al-Qur`an ditujukkan kepada syai’ (sesuatu)
bukan kepada la syai’ (tidak ada
sesuatu).[7]
Emanasi dalam pemikiran Al-Farabi
adalah Tuhan sebagai akal, berpikir tentang diri-Nya, dan dari pemikiran itu
timbul suatu maujud lain. Tuhan itu adalah wujud pertama dan dengan pemikiran
itu timbul wujud kedua yang juga mempunya substansi. Itu disebut dengan Akal
Pertama yang tak bersifat materi. Wujud kedua ini berpikir tentang wujud
pertama dan dari pemikiran inilah timbul wujud ketiga. Proses ini terus
berlangsung hingga pada akal X.[8]
Emanasi melahirkan alam qadim dari
segi zaman (taqaddum zamany) bukan
dari segi zat (taqaddum zaty). Oleh
karena alam dijadikan Allah secara emanasi sejak azali tanpa diselangi oleh
waktu, namun ia sebagai hasil ciptaan, berarti ia adalah baru. Berikut adalah
tabel emanasi, agar lebih dapat memahami uraian tentang teori emanasi
Al-Farabi.[9]
(Subjek) Akal Yang Ke
|
Sifat
|
Berpikir Tentang
|
Keterangan
|
|
Allah sebagai Wajib al-Wujud menghasilkan
|
Dirinya sendiri sebagai mumkin al-Wujud, menghasilkan
|
|
||
I
|
Mumkin Wujud
|
Akal II
|
Langit Pertama
|
Masing-masing akal
mengurusi satu planet
|
II
|
sda
|
Akal III
|
Bintang-Bintang
|
|
III
|
sda
|
Akal IV
|
Saturnus
|
|
IV
|
sda
|
Akal V
|
Yupiter
|
|
V
|
sda
|
Akal VI
|
Mars
|
|
VI
|
sda
|
Akal VII
|
Matahari
|
|
VII
|
sda
|
Akal VIII
|
Venus
|
|
VIII
|
sda
|
Akal IX
|
Merkuri
|
|
IX
|
sda
|
Akal X
|
Bulan
|
|
X
|
sda
|
|
Bumi, roh, materi
pertama yang menjadi keempat unsur: udara, api, air dan tanah.
|
Akal ke X tidak lagi
memancarkan akal-akal berikutnya, karena kekuatannya sudah lemah.
|
0 Response to "Teori Emanasi (Filsafat Islam) "
Posting Komentar