Bila Jilbab Dimaknai 'Cantik Religious'
For some muslim women, life is never that simple. Ya, semua terasa (atau
sengaja dibikin) complicated. Rumit! Saya ingat duluuuuu... jaman
jahiliyah versi pribadi sebelum mengenakan jilbab, dibujuk oleh
teman-teman dengan banyak alasan. Salah satunya dari sisi praktis,
rambut tidak perlu didandani habis ketika hendak keluar rumah, ke pesta
khususnya. Tidak seperti kebanyakan wanita yang tidak mengenakan jilbab,
kalau ke pesta semprotan hair spray bisa sampai ke mana-mana, belum
jepitan di sana-sini, bahkan terkadang harus duduk bersabar didandani
penata rambut di salon selama beberapa jam. Dengan jilbab, kita tidak
butuh semua itu.
Itu ke pesta. Untuk kebutuhan harian, termasuk bersekolah atau bekerja,
rambut pun ditata dengan hati-hati. Kan katanya rambut adalah mahkota
wanita.
Itu dulu... Sekarang...?
Bahkan memakai jilbab pun hampir sama rumitnya dengan menyanggul rambut.
Butuh tutorial! Butuh sekian peniti dan jarum pentul beserta berbagai
variasi aksesoris menarik! Kalau dulu sebagian besar wanita mendandani
rambutnya dan mengenakan aksesoris untuk acara khusus, sekarang kepala
wanita didandani dengan jilbal trendi berbagai model untuk berbagai
kesempatan. Walhasil, sebelum dan sesudah berjilbab tabarruj alias
berhias jalan terus. Jilbab yang semestinya sangat praktis pun menjadi
rumit dengan berbagai jepitan. Memang benar, bagi sebagian kaum
perempuan, hidup tidak pernah sesederhana itu.
Saya teringat pernah berdiskusi dengan seorang kawan yang lama tidak
pulang ke tanah air. Dia bilang, “Tetanggaku orang Pakistan bilang,
‘Indonesian is too advance muslim’.” Katanya, muslim Indonesia itu
sangat (atau tepatnya terlalu) maju. Dari yang tidak ada diada-adakan.
Sepanjang sesuatu itu diberi label ‘Islami’, maka sesuatu itu dianggap
benar menurut ajaran Islam normatif. Ya... patut diakui sebagian muslim
Indonesia memang sangat kreatif dan inovatif, hingga sesuatu yang sudah
baku, dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadi sesuatu yang sama
sekali baru, atau berbeda jauh dari aslinya. Seperti jilbab yang kini
masuk ke dalam industri mode. Hingga kata-kata dijalin, dililit,
diputar, disematkan atau yang semisalnya, bisa anda dapatkan di antara
tutotial hijab yang bertebaran di internet.
Setan memang selalu punya cara. Ketika dia tidak mampu membendung
semangat wanita muslimah untuk mengenakan jilbab, dihembuskannya ide
‘tampil cantik dengan berjilbab’. ‘Pakai jilbab juga harus tetap
terlihat modis dan menarik...’, atau ‘ Apa salahnya? Toh Rambut tetap
tertutup...’, dan sekian bisikan lainnya. Akibatnya jilbab/hijab
kehilangan esensinya. Alih-alih dari perintah berhijab agar wanita tidak
menampakkan perhiasannya, jilbab malah menjadi perhiasan bagi wanita
zaman sekarang, untuk memberi kesan ‘cantik religious’.
Tidak ada yang salah dengan semangat wanita muslimah mengenakan jilbab
sekarang ini. Keasadaran akan kewajiban menutup aurat merupakan sesuatu
yang harus disyukuri. Yang perlu diluruskan ada kekeliruan pehaman akan
jilbab itu sendiri. Jilbab adalah pakaian takwa, tidak dapat dinilai
dengan timbangan mode dan trend. Jilbab bukan sekedar kain yang
ditutupkan di kepala dan membalut seluruh tubuh. Jilbab tidak
dimaksudkan untuk menimbulkan kesan ‘cantik yang religius’. Maaf, bukan
seperti itu. Mengenakan jilbab syar’i tidak membutuhkan tutorial rumit
dengan kata-kata dililit, dijalin, disematkan dan seterusnya. Yang kita
butuhkan adalah pengetahuan mengenai syarat-syarat jilbab syar’i, yang
sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Syaikh al-Albani rahimahullah, salah seorang ahli hadits abad ini,
berdasarkan hasil penelitiannya terhadap nash-nash Al-Qur’an dan
As-Sunnah menulis dalam bukunya – Jilbab Wanita Muslimah menurut
al-Qur’an dan As-Sunnah – syarat-syarat jilbab syar’i itu sebagai
berikut:
-
Menutupi seluruh tubuh, selain bagian yang dikecualikan,
-
Bukan untuk berhias,
-
Tebal, tidak tipis,
-
Longgar, tidak ketat,
-
Tidak diberi wangi-wangian,
-
Tidak menyerupai pakaian laki-laki,
-
Tidak menyerupai wanita kafir,
-
Bukan pakaian untuk kemasyhuran
Setiap poin diatas dijelaskan berdasarkan dalil-dalil yang sah, dan
tidak ada tempat bagi jilbab-jilbab berhias sebagaimana yang umum
dipakai sebagian wanita muslimah saat ini.
Ketika membahas mengenai poin kedua di atas, Syaikh Albani rahimahullah
menukilkan ayat berikut:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
“Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka...” (QS an-Nur : 31)
...dan beberapa dalil lainnya. Beliau menjelaskan bahwa secara umum ayat
di atas mengandung larangan menghiasi pakaian yang dipakainya sehingga
menarik perhatian laki-laki. Lebih lanjut beliau berkata bahwa perintah
mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutup perhiasan wanita. Dengan
demikian tidaklah masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup
perhiasan wanita itu malah menjadi pakaian untuk berhias.
Saudariku, mari berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri. Apa
arti jilbab buat kita dan untuk apa kita mengenakannya? Cukuplah jawaban
itu pada diri masing-masing. Sungguh, keputusan untuk merubah
penampilan secara total bukan seusatu yang mudah. Terlebih lagi jika
lingkungan di sekitar kita tidak mendukung hal itu. Akan tetapi Allah
akan memberikan pertolongan bagi orang yang bersungguh-sungguh untuk
melaksanakan ketaatan. Segala puji bagi Allah yang telah mendatangkan
hidayah berupa kesadaran pada diri kita untuk mengenakan jilbab sebagai
wujud ketaatan terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah
menmbahkan hidayah-Nya bagi kita dan memudahkan kita menguatkan tekad
untuk melaksanakan perintah berhijab, dengan hijab yang sempurna. Amin.
***
Referensi:
Syaikh Nashiruddin al-Albani, 2002. Jilbab Wanita Muslimah (Jilbab
al-Mar’ah al-Muslimah fiy al-Kitab wa as-Sunnah). Penerbit Media
Hidayah, Yogyakarta.
0 Response to "Jilbab Dimaknai 'Cantik Religious'"
Posting Komentar