Rakyat Parado Melawan Perusahaan Tambang
Review : Perlawanan Rakyat Parado Melawan Perusahaan Tambang
Langit mulai memerah di bumi Parado, Bima,
Nusa Tenggara Barat. Hari itu, 24 Februari 2010, sekitar pukul 18.10
WIB, senapan polisi menyalak dan melukai sembilan orang warga. Suasana
sangat mencekam.
Sore itu, ratusan anggota polisi dan Brimob datang tiba-tiba dan
mulai menyerang warga. Warga hanya memberikan perlawanan seadanya.
Ibu-ibu dan kaum perempuan berteriak histeris. Dan, akibat pertempuran
yang tidak seimbang itu, 9 orang warga terkena peluru polisi.
Kejadian ini merupakan buntut dari aksi ribuan warga di Kantor Polsek
Parado, siang harinya. Kedatangan warga ke Polsek bertujuan untuk
menuntut Ahmadin, seorang aktivis mahasiswa yang ditangkap polisi karena
diduga memprovokasi pembakaran base camp PT. Valey Sumbawa Mining.
Namun, karena pihak kepolisian tidak bisa memberi jaminan pembebasan
terhadap Ahmadin, warga pun semakin marah dan membakar kantor Polsek.
Tidak hanya itu, warga juga menyandera Kapolsek Parado, Iptu Zainal
Abidin, sementara anggota polisi lainnya lari tunggang-langgang
menyelamatkan diri.
Karena Ahmadin tidak juga dibebaskan, maka sekitar pukul 15.00 WITA
massa kembali memblokir jalan. Aksi pemblokiran jalan ini berlangsung
sekitar 3 jam. Tetapi belum juga berhasil membebaskan Ahmadin.
Menjelang malam hari, sekitar pukul 18.25 WITA, pasukan kepolisian
dari Dalmas dan Brimob tiba-tiba datang menyerang dan menembaki warga.
Kesembilan warga yang terkena peluru tajam adalah Ahmad S.Pdi (23 Thn)
Mustaja (24 Thn) kaharuddin (28 thn) Sudirman (25thn) muhtar (38 tthn)
landa (30thn) dan Abuakar (42 thn).
Aksi kepolisian ini ditujukan untuk membebaskan Kapolsek yang
disandera. Setelah berhasil memukul mundur warga, Polisi mulai melakukan
penyisiran dan menangkap tiga orang warga yang dianggap otak
penyanderaan.
Mengetahui tiga orang warga kembali ditangkap, warga desa pun kembali
melakukan perlawanan dan berusaha mengejar pasukan kepolisian. Warga
juga melakukan pemblokiran jalan desa sebagai tekanan agar Polisi
membebaskan seluruh warga.
Menjelang tengah malam, sekitar pukul 23.00 WITA, warga desa Parado
akhirnya menyerbu kantor kepala desa dan membakarnya. Warga juga
membakar rumah seorang warga lainnya, Sirajuddin, karena dianggap
pro-kepada perusahaan tambang.
Perlawanan Rakyat Parado Melawan Perusahaan Tambang
Sejak awal warga Parado sudah menentang keberadaan perusahaan tambang
di daerahnya. Perlawanan mulai meletus sejak awal februari lalu dan
mencapai puncaknya kemarin (25/2).
Warga pun sudah berulang kali menggelar aksinya. Karena tidak juga
mendapat respon yang baik dari pihak pemerintah setempat, warga pun
melampiaskan kemarahannya dengan membakar base-camp perusahaan tambang
tersebut dan juga pernah menyegel kantor camat.
Aktivitas penambangan sendiri sudah berlangsung lama, namun baru
belakangan ini diketahui oleh warga sekitar. Selain jarak lokasi
pertambangan dengan warga memakan waktu empat jam perjalanan, pihak
perusahaan juga mendatangkan peralatannya dengan menggunakan helikopter.
Menurut warga, keberadaan perusahaan tambang itu telah merusak hutan
dan lahan surga yang ada di parado. Kawasan tambang tersebut sangat
mengikat secara kultural warga desa Parado dan sekaligus juga sebagai
sumber kehidupan.
Bupati Bima Harus Bertanggung Jawab
Kejadian di Desa Parado bukan yang pertama kali di kabupaten Bima,
tetapi sudah terjadi juga sebelumnya di Lambu. Isunya pun sama:
penolakan terhadap perusahaan tambang yang melakukan eksploitasi di
lahan atau daerah sekitar warga.
Bupati Bima Sekarang ini, Ferry Zulkarnain, sangat royal dalam
memberikan Ijin Usaha Pertambangan kepada perusahaan tambang untuk
melakukan eksplorasi di daerahnya, tanpa mempertimbangkan kepentingan
rakyat yang lebih luas.
Sekretaris Partai Rakyat Demokratik (PRD) Bima, Delian Lubis,
mengganggap keberadaan perusahaan tambang itu lebih banyak merusaknya
ketimbang dampak positifnya bagi pembangunan ekonomi rakyat.
“Perusahaan tambang itu merampas hutan rakyat, merusak lahan
pertanian, mencemari tambak, dan mengganggu keseimbangan ekologi,”
tegasnya.
Sementara pajak yang masuk ke kantong pejabat Pemda Bima, kata Lubis,
tidak jelas peruntukannya dan tidak jelas pula kontribusinya bagi
pembangunan daerah dan ekonomi rakyat.
Sementara kepolisian yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat,
justru menjadi alat kekerasan yang dipergunakan perusahaan untuk
menindas perlawanan rakyat.
0 Response to "Rakyat Parado Melawan Perusahaan Tambang "
Posting Komentar