Mutiara Zuhud – Letakkan dunia pada tanganmu dan akhirat pada hatimu
Tanda orang yang taat kepadaNya
Pengertian orang yang shalih adalah orang yang ta’at dan sungguh
sungguh menjalankan agama Allah. Kata shalih merupakan sebutan atau
istilah bagi orang yang senantiasa patuh melaksanakan dan memelihara
ajaran agama Allah Subhanahu wa Ta’ala
Indikator atau ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang shalih, orang
yang taat kepada Allah dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah adalah
orang tersebut minimal berhasil menjadi sholeh atau sholihin
Jika seseorang mengaku mengikuti Salafush Sholeh, taat kepada Allah,
menjalankan sunnah-sunnah Rasulullah namun tidak sampai menjadikannya
minimal muslim yang sholeh maka sia-sialah amal ibadahnya di dunia yang
tidak menolongnya di akhirat kelak
Sholatnya cuma sampai di sajadah, sedekahnya cuma sampai ke tangan
penerima, hajinya cuma sampai di Mekah, kurbannya cuma sampai di mulut
yang memakan, jenggotnya menutupi mata hatinya
Mereka dapat terjerumus menjadi kaum munafik karena tidak sesuai
antara pengakuan dengan perilaku. Kita sudah paham bahwa kaum munafik
akan bertempat di neraka yang paling dasar
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya orang-orang
munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.
Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka“. QS An Nisaa [4]:145)
Oleh karenanya ketika Khalid bin Walīd ra bertanya kepada Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah
at Tamimi an Najdi dengan pertanyaan
“Wahai Rasulullah, orang ini memiliki semua bekas dari
ibadah-ibadah sunnahnya: matanya merah karena banyak menangis, wajahnya
memiliki dua garis di atas pipinya bekas airmata yang selalu mengalir,
kakinya bengkak karena lama berdiri sepanjang malam (tahajjud) dan
janggut mereka pun lebat”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab : camkan makna
ayat ini : qul in’kuntum tuhib’būnallāh fattabi’unī – Katakanlah: “Jika
kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu. karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Khalid bin Walid bertanya, “Bagaimana caranya ya Rasulullah ? ”
Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Jadilah orang yang
ramah seperti aku, bersikaplah penuh kasih, cintai orang-orang miskin
dan papa, bersikaplah lemah-lembut, penuh perhatian dan cintai
saudara-saudaramu dan jadilah pelindung bagi mereka.”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menegaskan bahwa ketaatan yang
dilakukan oleh orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah at Tamimi an Najdi
tidaklah cukup jika tidak menimbulkan ke-sholeh-an seperti bersikap
ramah, penuh kasih, mencintai orang-orang miskin dan papa, lemah lembut
penuh perhatian dan mencintai saudara muslim dan menjadi pelindung bagi
mereka.
Indikator atau ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah adalah
1. Bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim
2. Bersikap keras (tegas / berpendirian) terhadap orang-orang kafir
3. Berjihad di jalan Allah, bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya
4. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela
2. Bersikap keras (tegas / berpendirian) terhadap orang-orang kafir
3. Berjihad di jalan Allah, bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya
4. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah
akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya,
dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Yang dimaksud “orang yang murtad dari agamanya” adalah orang-orang
seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi yang karena
kesalahpahamannya atau pemahamannya telah keluar (kharaja) dari
pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga suka
bersikap keras kepada kaum muslim bahkan dapat membunuh kaum muslim dan
membiarkan penyembah berhala. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
menetapkan mereka telah keluar dari Islam seperti panah yang meluncur
dari busurnya
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Dari
kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca
Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan
mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah
berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari
busurnya“. (HR Muslim 1762)Yang dimaksud dengan “membiarkan para penyembah berhala” adalah “membiarkan” kaum Yahudi Kaum Yahudi yang sekarang dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau
disebut juga dengan freemason, iluminati, lucifier yakni kaum yang
meneruskan keyakinan pagan (paganisme) atau penyembah berhala Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan setelah datang kepada
mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang
ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat)
melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka
tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka mengikuti
apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan
mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal
Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan
lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]:101-102)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya “Demi
Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar
dari hal aku ini seseorangpun dari ummat sekarang ini, Yahudi, dan tidak
pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan
masuklah dia ke dalam neraka.”
Kaum Yahudi atau yang dikenal sekarang dengan kaum Zionis Yahudi , Allah ta’ala menyampaikan dalam firmanNya yang arti “yaitu orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka yang dijadikan kera dan babi.” (QS al-Ma’idah [5]:60)
Kaum Nasrani, Allah ta’ala menyampaikan dalam firmanNya yang arti “Dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat
dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan
kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS al-Ma’idah: [5]:77)
Hadits yang diriwayatkan Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi
bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang
orang-orang yang dimurkai“, beliau bersabda, ‘Kaum Yahudi.’ Saya
bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, “Kaum
Nasrani.“
Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, dia berkata, “Saya
bertanya kepada RasulullahShallallahu alaihi wasallam ihwal ‘bukan
jalannya orang-orang yang dimurkai’. Beliau bersabda, “Yaitu kaum
Yahudi.’ Dan bertanya ihwal ‘bukan pula jalannya orang-orang yang
sesat’. “Beliau bersabda, ‘Kaum Nasrani adalah orang-orang yang sesat.’
Ciri-ciri lain dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi adalah
1. Suka mencela dan mengkafirkan kaum muslim
2. Merasa paling benar dalam beribadah.
3. Berburuk sangka kepada kaum muslim
4. Sangat keras kepada kaum muslim bahkan membunuh kaum muslim namun lemah lembut kepada kaum Yahudi. Mereka kelak bergabung dengan Dajjal bersama Yahudi yang telah memfitnah atau menyesatkan kaum Nasrani.
2. Merasa paling benar dalam beribadah.
3. Berburuk sangka kepada kaum muslim
4. Sangat keras kepada kaum muslim bahkan membunuh kaum muslim namun lemah lembut kepada kaum Yahudi. Mereka kelak bergabung dengan Dajjal bersama Yahudi yang telah memfitnah atau menyesatkan kaum Nasrani.
Rasulullah masuk ke kamarku dalam keadaan aku sedang menangis. Beliau
berkata kepadaku: ‘Apa yang membuatmu menangis?’ Aku menjawab: ‘Saya
mengingat perkara Dajjal maka aku pun menangis.’ Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: ‘Jika dia keluar sedang aku masih berada di
antara kalian niscaya aku akan mencukupi kalian. Jika dia keluar setelah
aku mati maka ketahuilah Rabb kalian tidak buta sebelah. Dajjal keluar
bersama orang-orang Yahudi Ashbahan hingga datang ke Madinah dan
berhenti di salah satu sudut Madinah. Madinah ketika itu memiliki tujuh
pintu tiap celah ada dua malaikat yang berjaga. maka keluarlah
orang-orang jahat dari Madinah mendatangi Dajjal.”
Dajjal tidak dapat melampaui Madinah namun orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi akan keluar dari Madinah menemui
Dajjal
Oleh karenanya orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim
an Najdi yang merupakan korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang
pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi akan selalu membela, bekerjasama dan
mentaati kaum Zionis Yahudi
Allah Azza wa Jalla telah berfirman yang artinya,
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum
yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan
kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk
menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka
tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai
apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan
apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh
telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak
menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila
mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka
menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci
terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena
kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)
Kita harus terus meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya ghazwul
fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi
sehingga suatu zaman yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan
kepada kami Ya’qub bin Abdurrahman dari Suhail dari ayahnya dari Abu
Hurairah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Kiamat tidak
terjadi hingga kaum muslimin memerangi Yahudi lalu kaum muslimin
membunuh mereka hingga orang Yahudi bersembunyi dibalik batu dan pohon,
batu atau pohon berkata, ‘Hai Muslim, hai hamba Allah, ini orang Yahudi
dibelakangku, kemarilah, bunuhlah dia, ‘ kecuali pohon gharqad, ia
adalah pohon Yahudi’.”
Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang telah dikaruniai nikmat
oleh Allah Azza wa Jalla sehingga berkumpul dengan Rasulullah, para
Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada
Firman Allah ta’ala yang artinya,
”…Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya,
niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji
dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang
dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)
“Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan
(menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu
mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka
pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling
baik.” (QS Shaad [38]:46-47)
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (QS Al Hujuraat [49]:13)
“Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka” (QS Al Fatihah [1]:6-7)
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu
akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah,
yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69)
Muslim yang terbaik bukan nabi yang mendekatkan diri (taqarub) kepada
Allah sehingga meraih maqom (derajat) disisiNya dan menjadi kekasih
Allah (wali Allah) adalah shiddiqin, muslim yang membenarkan dan
menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang
bermakrifat. Bermacam-macam tingkatan shiddiqin sebagaimana yang
diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/14/2011/09/28/maqom-wali-allah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “sesungguhnya ada di
antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan
bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’
pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah
Subhanahu wa Ta’ala“ Seorang dari sahabatnya berkata, “siapa gerangan
mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka“. Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan sabdanya: “Mereka adalah
suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan
karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda,
wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas
mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia
merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka
cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada
manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula
syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam
mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.” Seorang laki-laki
bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mudah-mudahan kami
menyukainya“. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena
Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka
itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh
wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya,
dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak
susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ”
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS Yunus
[10]:62)
Muslim yang menyaksikan Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) atau
muslim yang bermakrifat adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya,
selalu sadar dan ingat kepadaNya.
Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu
yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan
ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan
menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat
ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid
(penyaksi)”
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallm bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصٌ عَنْ
عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَآهُ بِقَلْبِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Hafsh dari Abdul Malik dari ‘Atha’ dari Ibnu
Abbas dia berkata, “Beliau telah melihat dengan mata hatinya.” (HR
Muslim 257)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah
engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab:
“Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. “Bagaimana anda
melihat-Nya?” dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang,
tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya Tuhan, yang berada di balik tirai
kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya
Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurnaan, keindahan dan
keagunganNya, sehingga nyatalah bukti kebesaranNya dalam hati dan
perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembunyi padahal Engkaulah Dzat
Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas
yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya
kami mohon pertolongan“
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan, “mereka yang sadar diri
senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu
jadilah keteguhan yang satu yang mengugurkan hijab-hijab antara diri
mereka dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh
sendi-sendi putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa
selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak
ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar
sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah
segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain
Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam
menjalani ujian di RumahNya”.
Jika belum dapat melihat Allah dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifat maka yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla melihat kita.
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu
takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya
(bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka
sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir [35]:28)
Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi
oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan
hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat sehingga
mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindari
perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar sehingga
terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang sholeh
Wassalam
Posting: Immawan Alif
0 Response to "Mutiara Zuhud – Letakkan dunia pada tanganmu dan akhirat pada hatimu"
Posting Komentar